Minggu, 13 November 2016

KONSERVASI TAMAN NASIONAL KEPULAUAN SERIBU

konservasi sumberdaya perairan
KONSERVASI TAMAN NASIONAL KEPULAUAN SERIBU DKI JAKARTA



Oleh:
Nanda Putri
130302074
Manajemen Sumberdaya Perairan/ B














PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2016



KATA PENGANTAR
          Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah konservasi sumberdaya perairan yang berjudul “ Konservasi Taman Nasional Kepulauan Seribu DKI Jakarta”. makalah ini bertujuan untuk mengetahui konservasi di Kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Yunasfi, M.Si., dan Ibu Dr. Ani Suryanti, S.Pi, M.Si., selaku Dosen Pengampu matakuliah konservasi sumberdaya perairan serta kepada pihak-pihak yang selalu mendukung penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari kekurangan dalam makalah ini. Kritik dan saran membangun sangat diharapkan dari berbagai pihak guna mendapatkan hasil yang lebih baik. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua yang membacanya.


Medan, November 2016


Penulis


DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR..............................................................................              i
DAFTAR ISI..............................................................................................             ii
PENDAHULUAN
Latar Belakang...................................................................................             1
Tujuan.................................................................................................             2
Manfaat..............................................................................................             2
ISI
Kondisi Umum...................................................................................             3
Dasar Hukum......................................................................................             4
Kondisi Ekologis................................................................................             5
Iklim...................................................................................................             6
........................................................ Kondisi Sosial Ekonomi Budaya                          6
                 Potensi ...............................................................................................             7
.. Aksesbilitas.........................................................................................             9
.. Upaya Pengelolaan Kawasan.............................................................           10
................
PENUTUP
Kesimpulan.........................................................................................           12
Saran...................................................................................................           12
................  
DAFTAR PUSTAKA



PENDAHULUAN
Latar Belakang
            Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki 17.480 pulaupulau besar dan kecil serta garis pantai sepanjang 95.181 km. Dengan Luas daratan hanya 1,9 juta km2, maka 75% wilayah Indonesia berupa lautan, yang terdiri dari 3,1 juta km2 wilayah laut teritorial dan 2,7 juta km2 zona ekonomi eksklusif (ZEE). Dengan realitas seperti ini, Indonesia tentu saja memiliki potensi sumberdaya kelautan, yang terdiri atas sumberdaya alam dapat pulih (renewable resources), sumberdaya alam tidak dapat pulih (non-renewable resources), sumber energi kelautan, dan jasa-jasa lingkungan yang sangat besar           (Susanto, 2011).
            Konservasi adalah suatu upaya pelestarian, perlindungan, dan pemenfaatan
sumber daya secara berkelanjutan. Kepentingan konservasi di Indonesia khususnya sumber daya sudah dimulai sejak tahun 1970 an melalui mainstream konservation global yaitu suatu upaya perlindungan terhadap jenis-jenis hewan dan tumbuhan langka. UU No. 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan beserta perubahannya (UU No.45 Tahun 2009) dan UU No. 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil mengarahkan bahwa pemerintah dan seluruh stakeholder pembangunan kelautan dan perikanan lainnya untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan. PP No. 60 Tahun 2007 Tentang Konservasi Sumber Daya Ikan menjabarkan arahan kedua undang-undang tersebut dengan mengamanahkan pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk melaksanakan konservasi sumber daya ikan, dan salah satunya adalah melalui penetapan dan pengelolaan kawasan konservasi perairan (KKJI, 2015).      
            Menurut Pokja Kegiatan Konservasi (2008) konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya menurut undang-undang ini dilakukan melalui: (1) perlindungan sistem penyangga kehidupan; (2) pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya; dan (3) pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Ketiga hal ini dianggap sebagai prinsip dan acuan dalam pengelolaan konservasi di Indonesia.
            Taman Nasional Kepulauan Seribu merupakan kawasan pelestarian alam yang ditetapkann berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 6310/Kpts-II?2002 tanggal 13 Juni 2002 dikarenakan memiliki sejumlah keanekaragaman hayati baik yang dilindungi maupun tidak dilindungi serta beberapa ekosistem pendukung yang penting. Pengelolaan terhadap kawasan pada dasarnya telah dilakukan sejak berstatus sebagai cagar alam, namun informasi mengenai potensi keanekaragaman hayati yang ada di Taman Nasional Kepulauan Seribu sampai saat ini belum tergali dengan optimal seluruhnya sehingga perlu adanya pengamatan dan pemantauan untuk dapat mengetahui jenis, jumlah dan kondisi potensi yang ada didalamnya (Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu, 2015). Ketersediaan data dan informasi tentang keanekaragaman hayati yang dimiliki merupakan modal dasar bagi Taman Nasional Kepulauan Seribu untuk merancang pengelolaan yang efektif dan efisien.

Tujuan Penulisan
            Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut
1.    Untuk mengetahui upaya pelestarian di Taman Nasional Kepulauan Seribu.
2.    Untuk mengetahui potensi Taman Nasional Kepulauan Seribu.

Manfaat Penulisan
            Mantaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai bahan informasi mengenai Taman Nasional Kepulauan Seribu sehingga dapat dijadikan sebagai bahan referensi dalam pengelolaan wilayah konservasi.




 ISI
Kondisi Umum
            Secara administratif kawasan TNKpS berada dalam wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, terletak di Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, tepatnya di tiga kelurahan yaitu Pulau Panggang, Pulau Kelapa, dan Pulau Harapan. Secara geografis Taman Nasional ini terletak pada 5°24’ - 5°45’ LS, 106°25’ - 106°40’ BT' dan mencakup luas 107.489 Ha (SK Menteri Kehutanan Nomor 6310/Kpts-II/2002), yang terdiri dari wilayah perairan laut seluas 107.489.ha (22,65% dari luas perairan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu) dan 2 pulau (Pulau Penjaliran Barat dan Pulau Penjaliran Timur) seluas 39,50 ha. Dengan demikian, pulau-pulau lain (wilayah daratan) yang berjumlah 108 sesungguhnya tidak termasuk dalam kawasan TNKpS Pulau Seribu (KKJI, 2015).
            Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu tersusun oleh Ekosistem Pulau-
Pulau Sangat Kecil dan Perairan Laut Dangkal, yang terdiri dari Gugus Kepulauan
dengan 78 pulau sangat kecil, 86 Gosong Pulau dan hamparan laut dangkal pasir
karang pulau sekitar 2.136 hektar, terumbu karang tipe karang tepian (fringing
reef), mangrove dan lamun. Bermedia tumbuh sangat miskin hara/lumpur, dan
memiliki kedalaman laut dangkal sekitar 20-40 m. Dari jumlah pulau yang berada
di dalam kawasan TNKpS yang berjumlah 78 pulau, diantaranya 20 pulau sebagai
pulau wisata, 6 pulau sebagai hunian penduduk dan sisanya dikelola perorangan
atau badan usaha (Amanah, 2004).
            Menurut KKJI (2015) Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 1 meter diatas permukaan laut. Luas Kepulauan Seribu, berdasarkan SK Gubernur No 171 tahun 2007, adalah 8,70 km2. Wilayah Kepulauan Seribu terdiri dua kecamatan yaitu Kec. Kepulauan Seribu Utara (79 pulau) dan Kec. Kepulauan Seribu Selatan (31 pulau) serta memiliki tidak kurang dari 110 buah pulau. Luas TNKpS menurut bentuk lahan tahun 2013 adalah :
         Daratan Pulau seluas 576.910 Ha (0,54%)
         Rataan Pasir dan Karang 4.350.379 Ha (4,05%)
         Karang Dalam 98.176 Ha (0,09%)
         Perairan Laut 102.463.535 Ha (95,32%)

Dasar Hukum
       Keputusan Menteri Pertanian Nomor 527/Kpts/Um/7/1982 tanggal 21 Juli 1982, yang menetapkan wilayah seluas 108.000 hektar Kepulauan Seribu sebagai Cagar Alam dengan nama Cagar Alam Laut Pulau Seribu.
       Pernyataan Menteri Pertanian pada Konggres Taman Nasional Se- Dunia ke III tahun 1982 di Bali, Nomor 736/Mentan/X/1982 tanggal 10 Oktober 1982, yang menyatakan Cagar Alam Laut Pulau Seribu seluas 108.000 hektar sebagai Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu.
       Keputusan Direktur Taman Nasional dan Hutan Wisata Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam Departemen Kehutanan Nomor 02/VI/TN-2/SK/1986 tanggal 19 April 1986 tentang Pembagian zona di kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu. 4. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 162/Kpts-II/1995 tanggal 21 Maret 1995 tentang Perubahan fungsi Cagar Alam Laut Kepulauan Seribu yang terletak di Kotamadya Daerah Tingkat II Jakarta Utara Daerah Khusus Ibukota Jakarta seluas +/- 108.000 (Seratus delapan ribu) hektar menjadi Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu.
       Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 220/Kpts-II/2000 tanggal 2 Agustus 2000 tentang Penunjukan kawasan hutan dan perairan di wilayah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta seluas 108.475,45 (Seratus delapan ribu empat ratus tujuh puluh lima koma empat puluh lima) hektar.
       Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 6310/Kpts-II/2002 tanggal 13 Juni 2002 tentang Penetapan kawasan pelestarian alam perairan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu seluas 107.489 (Seratus tujuh empat ratus delapan puluh sembilan) hektar di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
       Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Departemen Kehutanan Nomor SK.05/IV-KK/2004 tanggal 27 Januari 2004 tentang Zonasi Pengelolaan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu
           
            Sejatinya pengaturan pemanfaatan wilayah Kepulauan Seribu dari pemanfaatan sumberdaya alam yang berlebihan, menurut tnlkepulauanseribu.net, telah dimulai oleh Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, melalui beragam upaya antara lain sebagai berikut:
1.    PERDA Kotapraja Jakarta Raya Nomor 7 tahun 1962 tanggal 30 Maret 1962 tentang Pengambilan batu barang, basir, batu dan kerikil dari pulau-pulau dan beting-beting karang dalam wilayah lautan Kotapraja Jakarta Raya.
2.    Keputusan Gubernur/Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor Ib.3/3/26/1969 tanggal 3 Desember 1969 tentang Pengamanan penggunaan tanah di Kepulauan Seribu.
3.    Keputusan Gubernur/Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor Ca.19/1/44/1970 tanggal 6 Nopember 1970 tentang Penutupan perairan di sekeliling taman-taman karang di gugusan Kepulauan Seribu untuk penangkapan ikan oleh Nelayan-Nelayan sebagai mata pencaharian (profesional).
4.    Keputusan Gubernur/Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor Ea.6/1/36/1970 tanggal 31 Desember 1970 tentang Larangan penangkapan ikan dengan mempergunakan alat bagan di lautan/perairan dalam wilayah Daerah Ibukota Jakarta.
5.    Keputusan Gubernur/Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor Da.11/24/44/1972 tanggal 27 September 1972 tentang Ketentuan dan persyaratan pemberian izin penunjukkan penggunaan tanah untuk mengusahakan/menempati pulau-pulau di Kepulauan Seribu, Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

Kondisi Ekologis
            Tumbuhan yang terdapat di Taman Nasional Kepulauan Seribu didominasi
oleh tumbuhan pantai, seperti nyamplung (Calophyllum inophyllum), waru (Hibicus tiliaceus), pandan (Pandanus sp.), cemara laut (Casuarina equisetifolia), cangkudu (Morinda citrifolia), butun (Barringtonia asiatica), bogem         (Bruguiera sp.), sukun (Artocarpus altilis), ketapang (Terminalia cattapa), dan kecundang (Cerbena adollam). Kekayaan kehidupan laut taman nasional ini terdiri dari karang keras/lunak sebanyak 54 jenis, 144 jenis ikan, 2 jenis kima, 3 kelompok ganggang seperti Rhodophyta, Chlorophyta dan Phaeophyta, 6 jenis rumput laut seperti Halodule sp., Halophila sp., dan Enhalus sp., serta 17 jenis burung pantai. Taman Nasional Kepulauan Seribu merupakan tempat peneluran. Sebagian besar pantai-pantai di taman nasional ini dilindungi oleh hutan bakau yang merupakan tempat hidup biawak, ular cincin emas dan piton. penyu sisik (Eretmochelys imbricata) dan penyu hijau (Chelonia mydas) yang merupakan satwa langka (KKJI, 2015).

Iklim
            Keadaan iklim di sekitar Kepulauan Seribu adalah Suhu udara terendah 23,0°C dan tertinggi 35,4°C dengan rata-rata bulanan sekitar 27,3-29,3 °C, terdingin pada bulan Januari dan terpanas pada bulan Oktober, Jumlah hari hujan bulanan antara 5-22 hari, tersendah pada bulan September dan tertinggi bulan Januari. Kelembaban udara terendah 42% dan tertinggi 98% dengan rata-rata bulanan sekitar 71-83% dan Kecepatan angin terendah 6 knot dan tertinggi 46 knot, dengan rata-rata bulanan berkisar 3,5-5,5 knot. Kecepatan angin terendah hampir terjadi di semua bulan kecuali bulan juli, agustus, dan oktober, sedang kecepatan tertinggi terjadi pada bulan Januari.

Kondisi Sosial Ekonomi Budaya
            Penduduk Kepulauan Seribu berjumlah 4.920 KK (660 Keluarga Pra Sejahtera), diantaranya 65 % bermukim di Pulau Pemukiman (Pulau Panggang, Pulau Pramuka, Pulau Kelapa, Pulau Kelapa Dua, dan Pulau Harapan) yang berada di dalam Kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu. Mata Pencaharian Pokok Masyarakat adalah Nelayan Tangkap 70,99 %, utamanya Nelayan Tangkap termasuk Nelayan Jaring MUROAMI (jaring yang tidak ramah lingkungan karena merusak karang) dan sebagian kecil masih menggunakan Racun POTASIUM SIANIDA dan atau dinamit. Berdasarkan kriteria kegiatan budidaya perikanan berupa kondisi fisik geofisik (keterlindungan, kedalaman perairan, dan substrat dasar laut), oceanografis (kecepatan arus), dan kualitas air (kecerahan dan salinitas), kapasitas Kepulauan Seribu untuk pengembangan budidaya perikanan laut seluas 904,17 ha, diantaranya 622,49 ha (66 %) dalam kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu. Berdasarkan kriteria kepariwisataan berupa keindahan alam, keaslian panorama alam, keunikan ekosistem, tidak adanya gangguan alam yang berbahaya, dan ketersediaan sarana dan prasarana pendukung, kapasitas Kepulauan Seribu untuk pengembangan pariwisata seluas 872,06 ha dengan kapasitas pengunjung 2.318 Orang per hari, diantaranya 795,38 ha dan 1.699 Orang per hari (73 %) adalah kapasitas dalam kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (KKJI, 2015).
            Sekitar 60 % Masyarakat Kepulauan Seribu, tinggal di 5 Pulau Sangat Kecil yang berada di dalam Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu. Mereka bermatapencaharian pokok sebagai nelayan dan hal ini sudah lama mereka lakukan, jauh sebelum pembentukan Taman Nasional. Mereka sudah dan sangat
tergantung pada pemanfaatan sumberdaya kelautan Kepulauan Seribu sehingga
Program legalisasi dan sertifikasi telah diberlakukan untuk mengatasi masalah ini (Amanah, 2004).

Potensi
            Produksi perikanan di Kepulauan  Seribu cenderung menurun dari tahun ke tahun yaitu pada tahun 2011 produksi 2.382 ton, tahun 2012 produksi 2.560 ton, sedang tahun 2013 jumlah produksi 2.377 ton. Jumlah pembudidaya (pembenihan) sebanyak 21 orang dengan luasa lahan 910 m2, sedang untuk pembesaran jumlah perorangan sebanyak 337 jiwa dengan luas lahan 43.898 m2 dan untuk perusahaan sebanyak 131 perusahaan dengan luas 43.898 m2.Pada tahun 2013 jumlah nelayan tetap 3.735 jiwa dimana sebagai nelayan pemilik sebanyak 532 jiwa dan nelayan pekerja sebanyak 3.203 jiwa. Jumlah armada perahu sebanyak 1273 unit  (1.113 unit 0-5 GT, 159 unit 5-10 GT, dan 1 unit 10-20 GT). Jumlah alat tangkap ikan sebanyak 1.838 unit yang didominasi oleh payang, jarring, bagan, pancing, bubu, dan muro ami (KKJI, 2015).
            Hampir semua pulau di Kepulauan Seribu telah menjadi daerah tujuan wisata terutama beberapa pulau yang telah dikelola oleh resort-resort wisata, seperti Pulau Sepa, Pulau Bira, Pulau Putri, Pulau Kotok, Pulau Pelangi, Pulau Pantara (Hantu Timur), dan Pulau Matahari (Macan Besar). Walaupun tidak tersedia sarana dan prasarana wisata, beberapa pulau lainnya seringkali dijadikan obyek tujuan wisata termasuk pulau-pulau pemukiman dan spot-spot bawah air untuk olahraga diving dan snorkeling yang menampilkan obyek visual terumbu karang, lumba-lumba, penyu, dan bangkai kapal-kapal karam. Lokasi-lokasi berjemur (sunbathing), sunset dan sunrise, camping, birdwatching, berlayar (sailing), pemancingan (fishing), dan olahraga jet-ski juga tersedia di sana. Beberapa lokasi penyelaman antara lain yaitu Gosong Laga, Pulau Sepa, P. Petondan Barat dan Timur, Pulau Semut, Pulau Kuburan Cina, Pulau Kaliage, P. Opak Besar, Kecil Karang Pilang, Karang Kroya, Pulau Pramuka, Karang Bongkok, P. Kotok Besar dan Kecil, Karang Congkak serta P. Semak Daun (Amanah, 2004).
            Zona Pemanfaatan Wisata Taman Nasional (59.634,50 Hektar) meliputi
perairan sekitar Pulau Nyamplung, Sebaru Besar, Lipan, Kapas, Sebaru Kecil, Bunder, Karang Baka, Hantu Timur, Hantu Barat, Gosong Laga, Yu Barat/Besar, Yu Timur, Satu/Saktu, Kelor Timur, Kelor Barat, Jukung, Semut Kecil, Cina, Semut Besar, Sepa Timur/Kecil, Sepa Barat/Besar, Gosong Sepa, Melinjo, Melintang Besar, Melintang Kecil, Perak, Kayu Angin Melintang, Kayu Angin Genteng, Panjang, Kayu Angin Putri, Tongkeng, Petondan Timur, Petondan Barat/Pelangi, Putri Kecil/Timur, Putri Barat/Besar, Putri Gundul, Macan Kecil, Macan Besar/Matahari, Genteng Besar, Genteng Kecil, Bira Besar, Bira Kecil, Kuburan Cina, Bulat, Karang Pilang, Karang Ketamba, Gosong Munggu, Kotok Besar, dan Kotok Kecil, pada posisi geografis 5°30'00"-5°38'00" LS dan 106°25'00"-106°40'00" BT, dan 5°38'00"-5°45'00" LS dan 106°25'00"-106°33'00" BT (KKJI, 2015).
            Adapun dalam pengembangan ekowisata di Pulau Pramuka, Taman Nasional juga berusaha bermitra dengan kelompok-kelompok swadaya yang ada di masyarakat. Kegiatan ekowisata yang ada pun tidak lepas dari keterlibatan masyarakat. Sebagai contoh, dalam kegiatan penyelaman dan snorkeling, kelompok masyarakat yang bekerja di bidang ekowisata dapat memanfaatkan kelengkapan peralatan dari Taman Nasional serta membawa tamu mereka untuk melakukan penyelaman dan snorkeling di wilayah perairan Taman Nasional, tentu saja kegiatan ini melalui perizinan terlebih dahulu (Amanah, 2004).
            Kepulauan Seribu memiliki tiga jenis wisata yang menjadi daya tarik dalam merespon motivasi wisatawan untuk datang. Ketiga jenis wisata ini adalah wisata pantai (pulau wisata  umum) berjumlah 45 pulau, wisata cagar alam berjumlah dua pulau dan wisata sejarah berjumlah empat pulau. Keberagaman jenis wisata dapat dilihat dari penggunaan pulau di Kepulauan Seribu, terdapat 11 pulau wisata yang merupakan pulau permukiman, 4 pulau wisat asejarah yang merupakan kawasan Pulau Onrust, serta wisata konservasi yang terdapat pada Pulau Rambut dan Pulau Bokor, namun keberadaan wisata ini belum termanfaatkan dengan optimal, hal ini terlihat pulau-pulau yang dikunjungi hanya berupa pulau yang potensinya berupa pantai saja. Bila ditinjau lagi keberadaan bangunan peninggalan Belanda yang berada pada pulau Onrust, Kantor eks asisten Residen Duizen Eilanden yang berada di Pulau Panggang serta adanya wisata berupa ekowisata yang mengedepankan wisata pendidikan yang berada pada Pulau Pramuka dan Pulau Sepa yang terdapat konservasi mangrove dan penyu sisik, seharusnya dapat mendukung kegiatan wisata utama berupa wisata bahari di Kepulauan Seribu (Razak dan Rimadewi, 2013).
            Hutan Mangrove di Kepulauan Seribu tersisa 1,8 persen atau 100-150 ha dari total luas lahan 4.027 ha. Keberadaan mangrove sangat penting karena mencegah abrasi dan menjaga keutuhan ekologi Kepulauan Seribu. Idealnya dari 4.027 ha sekitar 30% tetap dikonservasikan sebagai hutan mangrove. Setidaknya harus ada 1.300 ha lahan mangrove di seluruh Kepulauan Seribu. Adanya potensi yang besar di Kepulauan Seribu dalam pengelolaan ekosistem mangrove melalui kegiatan ekowisata mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar   (Putra dkk., 2014).

Aksesibilitas
            Kawasan TNKpS dapat diakses melalui laut, dan relatif mudah di akses dari DKI Jakarta. Perjalanan umum melalui Pelabuahan Muara Angke dengan kapal umum/regular yang berangkat setiap hari dengan perjalanan sekitar 2,5 jam sampai di P. Pramuka (Ibu Kota Kab. Kepulauan Seribu). Jalur kedua adalah melalui Marina Ancol menggunakan kapal cepat dengan waktu tempuh sekitar 1 jam sampai P. Pramuka. Perjalanan kapal cepat setiap hari sekitar jam 9-10 pagi. Alternatif lain dengan menggunakan speed boad sewaan/carteran di Pelabuhan Ancol dengan waktu sesuai dengan keinginan penyewa. Akomodasi ke Kepulauan Seribu terdapat beberapa Resort Wisata Bahari seperti Resort Wisata Pulau Kotok, Pulau Bira, Pulau Sepa, Pulau Putri, Pulau Matahari, dan Pulau Pantara. Sedangkan terkait dengan Wisata Pendidikan dan Konservasi Laut di Pulau Pramuka dan sekitarnya, terdapat beberapa akomodasi antara lain Mess/wisma tamu TNKpS, vila de lima, vila dermaga, dan homestay milik penduduk      (KKJI, 2015).
            Menurut Amanah (2004) Aksesibilitas yang bisa dicapai untuk mencapai lokasi Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, dapat melalui dua jalur alternatif, yaitu:
1. Dari Marina Jaya Ancol setiap hari tersedia kapal khusus melayani pengunjung yang ingin melihat obyek wisata bahari, dengan waktu tempuh antara 1-2 jam. Biaya transportasi yang harus dibayarkan sebesar Rp. 175.000.
2. Dari Dermaga Muara Angke menuju Pulau Pramuka menggunakan kapal Fery sekitar 2.5 jam. Biaya transportasi yang harus dibayarkan adalah Rp.50.000

Upaya Pengelolaan Kawasan
            wilayah Kecamatan Kepulauan Seribu di Jakarta Utara. Sebanyak 14 dari 110 pulau-pulau kecil di wilayah ini, telah dikembangkan sebagai pulau wisata. Tingkat pertumbuhan jumlah wisatawan relatif besar, mencapai rata-rata 11,21% per tahun. Pada tahun 1993, jumlah wisatawan yang berkunjung mencapai 119.278 orang, dan 27,68% di antaranya wisatawan mancanegara. Wilayah ini khususnya perairan laut bagian utara, memiliki keanekaragaman karang yang tinggi, meliputi 67 genera dan subgenera yang mencakup paling sedikit 123 spesies karang, serta habitat penyu sisik dan hutan mangrove. Sehingga bagian wilayah tersebut yang mencakup 108.000 Ha perairan laut dan 72 pulau, ditetapkan sebagai Taman Nasional Laut (TNL) Kepulauan Seribu, melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 527/Kpts/Um/7/1982 dan Surat Pernyataan Menteri Pertanian Nomor 736/Mentan/X/1982 (Siregar, 2016).
            Di Indonesia, Taman Nasional adalah salah satu kawasan konservasi yang relatif paling maju baik bentuk maupun sistem pengelolaannya dibandingkan dengan Taman Hutan Raya, Taman Wisata Alam, Cagar Alam dan Suaka Margasatwa. Taman Nasional bahkan memperoleh perhatian yang lebih serius dalam pengembangannya dibandingkan dengan pengembangan kawasan lindung ataupun pengembangan gagasan cagar biosfer. Departemen Kehutanan juga berencana mengembangkan 21 Taman Nasional Model dan meningkatkan status sebagian Balai Taman Nasional menjadi Balai Besar Taman Nasional. Taman Nasional Model diartikan sebagai suatu taman nasionak yang dikelola sesuai dengan kondisi spesifik lokasi, termasuk perubahan yang terjadi secara efektif, efisien, transparan, dan akuntabel menuju tercapainya taman nasional mandiri
            Pada tahun 2013 jumlah pelestarian penyu sisik di P. Kelapa Dua yaitu
jumlah awal sekitar 3.749 ekor dengan pelepasan sebanyak 1.016 ekor sehingga
jumlah akhir sekitar 3.084 ekor setelah dikurangi dari kematian/hilang. Penanaman pohon mangrove pada tahun 2013 dilakukan dengan luasan 10 Ha dengan penanman phon sebanyak 33.000 batang, sehingga sampai tahun 2013 jumlah lahan yang telah direhabilitasi seluas 2.305,70 Ha dengan jumlah ponon yang ditanam sekitar 10.151.500 batang (dimulai tahun 2007). Pada tahun 2015, dalam upaya mendukung pengelolaan efektif, kementerian Kelautan dan Perikanan juga telah berinisiatif melaksanakan kegiatan kolaborasi dan pemberdayaan masyarakat di 7 (tujuh) taman nasional laut, termasuk di Taman Nasional Kepulauan Seribu. Upaya ini bertujuan untuk merehabilitasi terumbu karang yang diharapkan hasilnya dapat menjadi tambahan habitat ikan sehingga dapat mendorong produksi ikan dan meningkatkan pariwisata. Satu unit perahu nelayan juga telah diberikan kepada kelompok masyarakat Mitra Polhut kelurahan Pulau kelapa (KKJI, 2015).




PENUTUP
Kesimpulan
            Adapun kesimpulan pada makalah ini adalah:
1.    Taman Nasional Kepulauan Seribu merupakan kawasan pelestarian alam yang ditetapkann berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 6310/Kpts-II?2002 tanggal 13 Juni 2002 dikarenakan memiliki sejumlah keanekaragaman hayati baik yang dilindungi maupun tidak dilindungi serta beberapa ekosistem pendukung yang penting.
2.    Terdapat sepuluh potensi sumberdaya penting yang terdapat di Kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu yang pelu di lindungi yaitu;  mangrove, lamun, terumbu karang, penyu, moluska, hutan pantai, elang, mamalia laut dan ikan karang serta burung air.

Saran
            Agar masyarakat di Kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu lebih menjaga lingkungan dengan menyadari betapa pentingnya kesimbangan ekosistem di wilayah tersebut. Dan lembaga-lembaga terkait memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk menjaga dan melestarikan ekosistem itu sendiri serta memberi sanksi bagi yang melanggar.








DAFTAR PUSTAKA
Amanah, S. 2004. Perencanaan Strategis Pengelolaan Sumberoaya Pesisir Terpadu di Kelurahan Pulau Panggang Kecamatan Seribu Utara Kabupaten Kepulauan Seribu Provinsi DKI Jakarta. Bulelin Ekonomi Perikanan. 5(2):1-16.

Anjani, B. 2014. Kajian Manfaat Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Bagi Perikanan Berkelanjutan (Studi Kasus Perairan Laut Berau, Kalimantan Timur).[Tesis]. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu. 2015. Evaluasi dan Monitoring Sumberdaya Penting di Kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu.

Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan. 2015. Profil Kawasan Konservasi

Pokja Kegiatan Konservasi. 2008. Konservasi Indonesia, Sebuah Potret Pengeloaan & Kebijakan, Jakarta.

Putra, A. C., Sutisno, A dan Kismartini. 2014. Strategi Pengembangan Ekowisata Melalui Kajian Ekosistem Mangrove di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Jurnal Saintek Perikanan. 10(2):91-97.

Razak, A dan Rimadewi, S. 2013. Pengembangan Kawasan Pariwisata Terpadu di Kepulauan Seribu Provinsi DKI Jakarta. Jurnal Teknik Pomits.      2(1):14-19

Siregar, M. O. 2016. Penilaian pengelolaan lingkungan pulau wisata, di kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, Jakarta Utara.[Tesis]. Universitas Indonesia, jakarta.

1 komentar:

  1. Top 10 Best Merkur 37C Safety Razor - Review of the Merkur
    Review of the Merkur 37C Safety Razor by Merkur. The Merkur 37C is a great all around safety razor. Its mild weight and long handle feel make it the Pros and cons include: Excellent handle and one of the best DE razors · 인카지노 The slanted head · Slightly 메리트카지노 smokier handle · Still is 샌즈카지노 a bit of an extreme razor

    BalasHapus