konservasi
sumberdaya perairan
KONSERVASI TAMAN NASIONAL
KEPULAUAN SERIBU DKI JAKARTA
Oleh:
Nanda Putri
130302074
Manajemen Sumberdaya Perairan/ B
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2016
KATA
PENGANTAR
Puji
dan syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah konservasi sumberdaya
perairan yang berjudul “ Konservasi Taman Nasional Kepulauan Seribu DKI
Jakarta”. makalah ini bertujuan untuk mengetahui konservasi di Kawasan
Taman Nasional Kepulauan Seribu.
Pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Yunasfi,
M.Si., dan Ibu Dr. Ani Suryanti, S.Pi, M.Si., selaku Dosen Pengampu matakuliah
konservasi sumberdaya perairan serta kepada pihak-pihak yang selalu mendukung penulis
sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulis
menyadari kekurangan dalam makalah ini. Kritik dan saran membangun sangat
diharapkan dari berbagai pihak guna mendapatkan hasil yang lebih baik. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi semua yang membacanya.
Medan, November 2016
Penulis
DAFTAR
ISI
Halaman
KATA PENGANTAR.............................................................................. i
DAFTAR ISI.............................................................................................. ii
PENDAHULUAN
Latar Belakang................................................................................... 1
Tujuan................................................................................................. 2
Manfaat.............................................................................................. 2
ISI
Kondisi Umum................................................................................... 3
Dasar Hukum...................................................................................... 4
Kondisi
Ekologis................................................................................ 5
Iklim................................................................................................... 6
........................................................ Kondisi
Sosial Ekonomi Budaya 6
Potensi ............................................................................................... 7
.. Aksesbilitas......................................................................................... 9
.. Upaya Pengelolaan Kawasan............................................................. 10
................
PENUTUP
Kesimpulan......................................................................................... 12
Saran................................................................................................... 12
................
DAFTAR PUSTAKA
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki
17.480 pulaupulau besar dan kecil serta garis pantai sepanjang 95.181 km.
Dengan Luas daratan hanya 1,9 juta km2, maka 75% wilayah Indonesia berupa
lautan, yang terdiri dari 3,1 juta km2 wilayah laut teritorial dan 2,7 juta km2
zona ekonomi eksklusif (ZEE). Dengan realitas seperti ini, Indonesia tentu saja
memiliki potensi sumberdaya kelautan, yang terdiri atas sumberdaya alam dapat
pulih (renewable resources), sumberdaya alam tidak dapat pulih (non-renewable
resources), sumber energi kelautan, dan jasa-jasa lingkungan yang sangat
besar (Susanto, 2011).
Konservasi adalah
suatu upaya pelestarian, perlindungan, dan pemenfaatan
sumber daya secara berkelanjutan. Kepentingan konservasi di
Indonesia khususnya sumber daya sudah dimulai sejak tahun 1970 an melalui
mainstream konservation global yaitu suatu upaya perlindungan terhadap
jenis-jenis hewan dan tumbuhan langka. UU No. 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan
beserta perubahannya (UU No.45 Tahun 2009) dan UU No. 27 Tahun 2007 Tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil mengarahkan bahwa pemerintah
dan seluruh stakeholder pembangunan kelautan dan perikanan lainnya untuk
mewujudkan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan.
PP No. 60 Tahun 2007 Tentang Konservasi Sumber Daya Ikan menjabarkan arahan
kedua undang-undang tersebut dengan mengamanahkan pemerintah melalui
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk melaksanakan konservasi sumber
daya ikan, dan salah satunya adalah melalui penetapan dan pengelolaan kawasan
konservasi perairan (KKJI, 2015).
Menurut Pokja
Kegiatan Konservasi (2008) konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya
menurut undang-undang ini dilakukan melalui: (1) perlindungan sistem penyangga
kehidupan; (2) pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta
ekosistemnya; dan (3) pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya. Ketiga hal ini dianggap sebagai prinsip dan acuan dalam pengelolaan
konservasi di Indonesia.
Taman Nasional
Kepulauan Seribu merupakan kawasan pelestarian alam yang ditetapkann
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 6310/Kpts-II?2002 tanggal
13 Juni 2002 dikarenakan memiliki sejumlah keanekaragaman hayati baik yang
dilindungi maupun tidak dilindungi serta beberapa ekosistem pendukung yang
penting. Pengelolaan terhadap kawasan pada dasarnya telah dilakukan sejak
berstatus sebagai cagar alam, namun informasi mengenai potensi keanekaragaman
hayati yang ada di Taman Nasional Kepulauan Seribu sampai saat ini belum
tergali dengan optimal seluruhnya sehingga perlu adanya pengamatan dan
pemantauan untuk dapat mengetahui jenis, jumlah dan kondisi potensi yang ada
didalamnya (Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu, 2015). Ketersediaan data dan
informasi tentang keanekaragaman hayati yang dimiliki merupakan modal dasar
bagi Taman Nasional Kepulauan Seribu untuk merancang pengelolaan yang efektif
dan efisien.
Tujuan Penulisan
Tujuan dari
penulisan makalah ini adalah sebagai berikut
1.
Untuk
mengetahui upaya pelestarian di Taman Nasional Kepulauan Seribu.
2.
Untuk
mengetahui potensi Taman Nasional Kepulauan Seribu.
Manfaat
Penulisan
Mantaat dari penulisan makalah ini
adalah sebagai bahan informasi mengenai Taman
Nasional Kepulauan Seribu sehingga dapat dijadikan sebagai bahan referensi
dalam pengelolaan wilayah konservasi.
ISI
Kondisi Umum
Secara
administratif kawasan TNKpS berada dalam wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan
Seribu, terletak di Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, tepatnya di tiga
kelurahan yaitu Pulau Panggang, Pulau Kelapa, dan Pulau Harapan. Secara
geografis Taman Nasional ini terletak pada 5°24’ - 5°45’ LS, 106°25’ - 106°40’
BT' dan mencakup luas 107.489 Ha (SK Menteri Kehutanan Nomor
6310/Kpts-II/2002), yang terdiri dari wilayah perairan laut seluas 107.489.ha
(22,65% dari luas perairan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu) dan 2 pulau
(Pulau Penjaliran Barat dan Pulau Penjaliran Timur) seluas 39,50 ha. Dengan
demikian, pulau-pulau lain (wilayah daratan) yang berjumlah 108 sesungguhnya
tidak termasuk dalam kawasan TNKpS Pulau Seribu (KKJI, 2015).
Taman Nasional
Laut Kepulauan Seribu tersusun oleh Ekosistem Pulau-
Pulau Sangat Kecil dan Perairan Laut Dangkal, yang terdiri dari
Gugus Kepulauan
dengan 78 pulau sangat kecil, 86 Gosong Pulau dan hamparan laut
dangkal pasir
karang pulau sekitar 2.136 hektar, terumbu karang tipe karang
tepian (fringing
reef), mangrove dan
lamun. Bermedia tumbuh sangat miskin hara/lumpur, dan
memiliki kedalaman laut dangkal sekitar 20-40 m. Dari jumlah pulau
yang berada
di dalam kawasan TNKpS yang berjumlah 78 pulau, diantaranya 20
pulau sebagai
pulau wisata, 6 pulau sebagai hunian penduduk dan sisanya dikelola perorangan
atau badan usaha (Amanah, 2004).
Menurut KKJI
(2015) Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu merupakan dataran rendah dengan
ketinggian rata-rata 1 meter diatas permukaan laut. Luas Kepulauan Seribu,
berdasarkan SK Gubernur No 171 tahun 2007, adalah 8,70 km2. Wilayah Kepulauan
Seribu terdiri dua kecamatan yaitu Kec. Kepulauan Seribu Utara (79 pulau) dan
Kec. Kepulauan Seribu Selatan (31 pulau) serta memiliki tidak kurang dari 110
buah pulau. Luas TNKpS menurut bentuk lahan tahun 2013 adalah :
•
Daratan
Pulau seluas 576.910 Ha (0,54%)
•
Rataan
Pasir dan Karang 4.350.379 Ha (4,05%)
•
Karang
Dalam 98.176 Ha (0,09%)
•
Perairan
Laut 102.463.535 Ha (95,32%)
Dasar Hukum
• Keputusan Menteri Pertanian Nomor 527/Kpts/Um/7/1982 tanggal 21 Juli
1982, yang menetapkan wilayah seluas 108.000 hektar Kepulauan Seribu sebagai
Cagar Alam dengan nama Cagar Alam Laut Pulau Seribu.
• Pernyataan Menteri Pertanian pada Konggres Taman Nasional Se- Dunia
ke III tahun 1982 di Bali, Nomor 736/Mentan/X/1982 tanggal 10 Oktober 1982, yang
menyatakan Cagar Alam Laut Pulau Seribu seluas 108.000 hektar sebagai Taman
Nasional Laut Kepulauan Seribu.
• Keputusan Direktur Taman Nasional dan Hutan Wisata Direktorat Jenderal
Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam Departemen Kehutanan Nomor 02/VI/TN-2/SK/1986
tanggal 19 April 1986 tentang Pembagian zona di kawasan Taman Nasional
Kepulauan Seribu. 4. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 162/Kpts-II/1995 tanggal
21 Maret 1995 tentang Perubahan fungsi Cagar Alam Laut Kepulauan Seribu yang
terletak di Kotamadya Daerah Tingkat II Jakarta Utara Daerah Khusus Ibukota
Jakarta seluas +/- 108.000 (Seratus delapan ribu) hektar menjadi Taman Nasional
Laut Kepulauan Seribu.
• Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 220/Kpts-II/2000 tanggal 2 Agustus
2000 tentang Penunjukan kawasan hutan dan perairan di wilayah Propinsi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta seluas 108.475,45 (Seratus delapan ribu empat ratus
tujuh puluh lima koma empat puluh lima) hektar.
• Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 6310/Kpts-II/2002 tanggal 13 Juni
2002 tentang Penetapan kawasan pelestarian alam perairan Taman Nasional Laut
Kepulauan Seribu seluas 107.489 (Seratus tujuh empat ratus delapan puluh
sembilan) hektar di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Propinsi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta.
• Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam
Departemen Kehutanan Nomor SK.05/IV-KK/2004 tanggal 27 Januari 2004 tentang
Zonasi Pengelolaan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu
Sejatinya
pengaturan pemanfaatan wilayah Kepulauan Seribu dari pemanfaatan sumberdaya
alam yang berlebihan, menurut tnlkepulauanseribu.net, telah dimulai oleh
Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, melalui beragam upaya antara lain sebagai
berikut:
1.
PERDA
Kotapraja Jakarta Raya Nomor 7 tahun 1962 tanggal 30 Maret 1962 tentang
Pengambilan batu barang, basir, batu dan kerikil dari pulau-pulau dan beting-beting
karang dalam wilayah lautan Kotapraja Jakarta Raya.
2.
Keputusan
Gubernur/Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor Ib.3/3/26/1969 tanggal 3
Desember 1969 tentang Pengamanan penggunaan tanah di Kepulauan Seribu.
3.
Keputusan
Gubernur/Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor Ca.19/1/44/1970 tanggal 6
Nopember 1970 tentang Penutupan perairan di sekeliling taman-taman karang di
gugusan Kepulauan Seribu untuk penangkapan ikan oleh Nelayan-Nelayan sebagai
mata pencaharian (profesional).
4.
Keputusan
Gubernur/Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor Ea.6/1/36/1970 tanggal 31
Desember 1970 tentang Larangan penangkapan ikan dengan mempergunakan alat bagan
di lautan/perairan dalam wilayah Daerah Ibukota Jakarta.
5.
Keputusan
Gubernur/Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor Da.11/24/44/1972 tanggal 27
September 1972 tentang Ketentuan dan persyaratan pemberian izin penunjukkan
penggunaan tanah untuk mengusahakan/menempati pulau-pulau di Kepulauan Seribu,
Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Kondisi Ekologis
Tumbuhan yang terdapat di Taman
Nasional Kepulauan Seribu didominasi
oleh tumbuhan
pantai, seperti nyamplung (Calophyllum inophyllum), waru (Hibicus
tiliaceus), pandan (Pandanus sp.), cemara laut (Casuarina
equisetifolia), cangkudu (Morinda citrifolia), butun (Barringtonia
asiatica), bogem (Bruguiera
sp.), sukun (Artocarpus altilis), ketapang (Terminalia cattapa),
dan kecundang (Cerbena adollam). Kekayaan kehidupan laut taman nasional
ini terdiri dari karang keras/lunak sebanyak 54 jenis, 144 jenis ikan, 2 jenis
kima, 3 kelompok ganggang seperti Rhodophyta, Chlorophyta dan Phaeophyta,
6 jenis rumput laut seperti Halodule sp., Halophila sp.,
dan Enhalus sp., serta 17 jenis burung pantai. Taman Nasional Kepulauan
Seribu merupakan tempat peneluran. Sebagian besar pantai-pantai di taman
nasional ini dilindungi oleh hutan bakau yang merupakan tempat hidup biawak,
ular cincin emas dan piton. penyu sisik (Eretmochelys imbricata) dan penyu
hijau (Chelonia mydas) yang merupakan satwa langka (KKJI, 2015).
Iklim
Keadaan iklim di sekitar Kepulauan
Seribu adalah Suhu udara terendah 23,0°C dan tertinggi 35,4°C dengan rata-rata
bulanan sekitar 27,3-29,3 °C, terdingin pada bulan Januari dan terpanas pada
bulan Oktober, Jumlah hari hujan bulanan antara 5-22 hari, tersendah pada bulan
September dan tertinggi bulan Januari. Kelembaban udara terendah 42% dan
tertinggi 98% dengan rata-rata bulanan sekitar 71-83% dan Kecepatan angin
terendah 6 knot dan tertinggi 46 knot, dengan rata-rata bulanan berkisar
3,5-5,5 knot. Kecepatan angin terendah hampir terjadi di semua bulan kecuali
bulan juli, agustus, dan oktober, sedang kecepatan tertinggi terjadi pada bulan
Januari.
Kondisi Sosial
Ekonomi Budaya
Penduduk Kepulauan Seribu berjumlah
4.920 KK (660 Keluarga Pra Sejahtera), diantaranya 65 % bermukim di Pulau
Pemukiman (Pulau Panggang, Pulau Pramuka, Pulau Kelapa, Pulau Kelapa Dua, dan
Pulau Harapan) yang berada di dalam Kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan
Seribu. Mata Pencaharian Pokok Masyarakat adalah Nelayan Tangkap 70,99 %,
utamanya Nelayan Tangkap termasuk Nelayan Jaring MUROAMI (jaring yang tidak
ramah lingkungan karena merusak karang) dan sebagian kecil masih menggunakan Racun
POTASIUM SIANIDA dan atau dinamit. Berdasarkan kriteria kegiatan budidaya
perikanan berupa kondisi fisik geofisik (keterlindungan, kedalaman perairan,
dan substrat dasar laut), oceanografis (kecepatan arus), dan kualitas air
(kecerahan dan salinitas), kapasitas Kepulauan Seribu untuk pengembangan budidaya
perikanan laut seluas 904,17 ha, diantaranya 622,49 ha (66 %) dalam kawasan
Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu. Berdasarkan kriteria kepariwisataan
berupa keindahan alam, keaslian panorama alam, keunikan ekosistem, tidak adanya
gangguan alam yang berbahaya, dan ketersediaan sarana dan prasarana pendukung,
kapasitas Kepulauan Seribu untuk pengembangan pariwisata seluas 872,06 ha
dengan kapasitas pengunjung 2.318 Orang per hari, diantaranya 795,38 ha dan
1.699 Orang per hari (73 %) adalah kapasitas dalam kawasan Taman Nasional Laut
Kepulauan Seribu (KKJI, 2015).
Sekitar 60 %
Masyarakat Kepulauan Seribu, tinggal di 5 Pulau Sangat Kecil yang berada di
dalam Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu. Mereka bermatapencaharian pokok
sebagai nelayan dan hal ini sudah lama mereka lakukan, jauh sebelum pembentukan
Taman Nasional. Mereka sudah dan sangat
tergantung pada pemanfaatan sumberdaya kelautan Kepulauan Seribu
sehingga
Program legalisasi dan sertifikasi telah diberlakukan untuk mengatasi
masalah ini (Amanah, 2004).
Potensi
Produksi perikanan
di Kepulauan Seribu cenderung menurun
dari tahun ke tahun yaitu pada tahun 2011 produksi 2.382 ton, tahun 2012
produksi 2.560 ton, sedang tahun 2013 jumlah produksi 2.377 ton. Jumlah pembudidaya
(pembenihan) sebanyak 21 orang dengan luasa lahan 910 m2, sedang
untuk pembesaran jumlah perorangan sebanyak 337 jiwa dengan luas lahan 43.898 m2
dan untuk perusahaan sebanyak 131 perusahaan dengan luas 43.898 m2.Pada tahun
2013 jumlah nelayan tetap 3.735 jiwa dimana sebagai nelayan pemilik sebanyak
532 jiwa dan nelayan pekerja sebanyak 3.203 jiwa. Jumlah armada perahu sebanyak
1273 unit (1.113 unit 0-5 GT, 159 unit
5-10 GT, dan 1 unit 10-20 GT). Jumlah alat tangkap ikan sebanyak 1.838 unit yang
didominasi oleh payang, jarring, bagan, pancing, bubu, dan muro ami (KKJI,
2015).
Hampir semua pulau
di Kepulauan Seribu telah menjadi daerah tujuan wisata terutama beberapa pulau
yang telah dikelola oleh resort-resort wisata, seperti Pulau Sepa, Pulau Bira,
Pulau Putri, Pulau Kotok, Pulau Pelangi, Pulau Pantara (Hantu Timur), dan Pulau
Matahari (Macan Besar). Walaupun tidak tersedia sarana dan prasarana wisata,
beberapa pulau lainnya seringkali dijadikan obyek tujuan wisata termasuk
pulau-pulau pemukiman dan spot-spot bawah air untuk olahraga diving dan
snorkeling yang menampilkan obyek visual terumbu karang, lumba-lumba, penyu,
dan bangkai kapal-kapal karam. Lokasi-lokasi berjemur (sunbathing), sunset dan
sunrise, camping, birdwatching, berlayar (sailing), pemancingan (fishing), dan
olahraga jet-ski juga tersedia di sana. Beberapa lokasi penyelaman antara lain
yaitu Gosong Laga, Pulau Sepa, P. Petondan Barat dan Timur, Pulau Semut, Pulau
Kuburan Cina, Pulau Kaliage, P. Opak Besar, Kecil Karang Pilang, Karang Kroya,
Pulau Pramuka, Karang Bongkok, P. Kotok Besar dan Kecil, Karang Congkak serta
P. Semak Daun (Amanah, 2004).
Zona Pemanfaatan
Wisata Taman Nasional (59.634,50 Hektar) meliputi
perairan sekitar Pulau Nyamplung, Sebaru Besar, Lipan, Kapas,
Sebaru Kecil, Bunder, Karang Baka, Hantu Timur, Hantu Barat, Gosong Laga, Yu
Barat/Besar, Yu Timur, Satu/Saktu, Kelor Timur, Kelor Barat, Jukung, Semut
Kecil, Cina, Semut Besar, Sepa Timur/Kecil, Sepa Barat/Besar, Gosong Sepa,
Melinjo, Melintang Besar, Melintang Kecil, Perak, Kayu Angin Melintang, Kayu
Angin Genteng, Panjang, Kayu Angin Putri, Tongkeng, Petondan Timur, Petondan Barat/Pelangi,
Putri Kecil/Timur, Putri Barat/Besar, Putri Gundul, Macan Kecil, Macan
Besar/Matahari, Genteng Besar, Genteng Kecil, Bira Besar, Bira Kecil, Kuburan
Cina, Bulat, Karang Pilang, Karang Ketamba, Gosong Munggu, Kotok Besar, dan
Kotok Kecil, pada posisi geografis 5°30'00"-5°38'00" LS dan
106°25'00"-106°40'00" BT, dan 5°38'00"-5°45'00" LS dan
106°25'00"-106°33'00" BT (KKJI, 2015).
Adapun dalam
pengembangan ekowisata di Pulau Pramuka, Taman Nasional juga berusaha bermitra
dengan kelompok-kelompok swadaya yang ada di masyarakat. Kegiatan ekowisata
yang ada pun tidak lepas dari keterlibatan masyarakat. Sebagai contoh, dalam
kegiatan penyelaman dan snorkeling, kelompok masyarakat yang bekerja di bidang
ekowisata dapat memanfaatkan kelengkapan peralatan dari Taman Nasional serta
membawa tamu mereka untuk melakukan penyelaman dan snorkeling di wilayah
perairan Taman Nasional, tentu saja kegiatan ini melalui perizinan terlebih
dahulu (Amanah, 2004).
Kepulauan Seribu
memiliki tiga jenis wisata yang menjadi daya tarik dalam merespon motivasi
wisatawan untuk datang. Ketiga jenis wisata ini adalah wisata pantai (pulau
wisata umum) berjumlah 45 pulau, wisata
cagar alam berjumlah dua pulau dan wisata sejarah berjumlah empat pulau. Keberagaman
jenis wisata dapat dilihat dari penggunaan pulau di Kepulauan Seribu, terdapat
11 pulau wisata yang merupakan pulau permukiman, 4 pulau wisat asejarah yang
merupakan kawasan Pulau Onrust, serta wisata konservasi yang terdapat pada
Pulau Rambut dan Pulau Bokor, namun keberadaan wisata ini belum termanfaatkan
dengan optimal, hal ini terlihat pulau-pulau yang dikunjungi hanya berupa pulau
yang potensinya berupa pantai saja. Bila ditinjau lagi keberadaan bangunan
peninggalan Belanda yang berada pada pulau Onrust, Kantor eks asisten Residen
Duizen Eilanden yang berada di Pulau Panggang serta adanya wisata berupa
ekowisata yang mengedepankan wisata pendidikan yang berada pada Pulau Pramuka
dan Pulau Sepa yang terdapat konservasi mangrove dan penyu sisik, seharusnya
dapat mendukung kegiatan wisata utama berupa wisata bahari di Kepulauan Seribu
(Razak dan Rimadewi, 2013).
Hutan Mangrove di
Kepulauan Seribu tersisa 1,8 persen atau 100-150 ha dari total luas lahan 4.027
ha. Keberadaan mangrove sangat penting karena mencegah abrasi dan menjaga
keutuhan ekologi Kepulauan Seribu. Idealnya dari 4.027 ha sekitar 30% tetap
dikonservasikan sebagai hutan mangrove. Setidaknya harus ada 1.300 ha lahan
mangrove di seluruh Kepulauan Seribu. Adanya potensi yang besar di Kepulauan
Seribu dalam pengelolaan ekosistem mangrove melalui kegiatan ekowisata mampu
meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar
(Putra dkk., 2014).
Aksesibilitas
Kawasan TNKpS
dapat diakses melalui laut, dan relatif mudah di akses dari DKI Jakarta.
Perjalanan umum melalui Pelabuahan Muara Angke dengan kapal umum/regular yang
berangkat setiap hari dengan perjalanan sekitar 2,5 jam sampai di P. Pramuka
(Ibu Kota Kab. Kepulauan Seribu). Jalur kedua adalah melalui Marina Ancol
menggunakan kapal cepat dengan waktu tempuh sekitar 1 jam sampai P. Pramuka.
Perjalanan kapal cepat setiap hari sekitar jam 9-10 pagi. Alternatif lain
dengan menggunakan speed boad sewaan/carteran di Pelabuhan Ancol dengan waktu
sesuai dengan keinginan penyewa. Akomodasi ke Kepulauan Seribu terdapat
beberapa Resort Wisata Bahari seperti Resort Wisata Pulau Kotok, Pulau Bira,
Pulau Sepa, Pulau Putri, Pulau Matahari, dan Pulau Pantara. Sedangkan terkait
dengan Wisata Pendidikan dan Konservasi Laut di Pulau Pramuka dan sekitarnya,
terdapat beberapa akomodasi antara lain Mess/wisma tamu TNKpS, vila de lima,
vila dermaga, dan homestay milik penduduk
(KKJI, 2015).
Menurut
Amanah (2004) Aksesibilitas yang bisa dicapai untuk mencapai lokasi Taman
Nasional Laut Kepulauan Seribu, dapat melalui dua jalur alternatif, yaitu:
1. Dari Marina Jaya Ancol setiap hari tersedia kapal khusus
melayani pengunjung yang ingin melihat obyek wisata bahari, dengan waktu tempuh
antara 1-2 jam. Biaya transportasi yang harus dibayarkan sebesar Rp. 175.000.
2. Dari Dermaga Muara Angke menuju Pulau Pramuka menggunakan kapal
Fery sekitar 2.5 jam. Biaya transportasi yang harus dibayarkan adalah Rp.50.000
Upaya Pengelolaan Kawasan
wilayah Kecamatan
Kepulauan Seribu di Jakarta Utara. Sebanyak 14 dari 110 pulau-pulau kecil di
wilayah ini, telah dikembangkan sebagai pulau wisata. Tingkat pertumbuhan
jumlah wisatawan relatif besar, mencapai rata-rata 11,21% per tahun. Pada tahun
1993, jumlah wisatawan yang berkunjung mencapai 119.278 orang, dan 27,68% di
antaranya wisatawan mancanegara. Wilayah ini khususnya perairan laut bagian
utara, memiliki keanekaragaman karang yang tinggi, meliputi 67 genera dan
subgenera yang mencakup paling sedikit 123 spesies karang, serta habitat penyu
sisik dan hutan mangrove. Sehingga bagian wilayah tersebut yang mencakup
108.000 Ha perairan laut dan 72 pulau, ditetapkan sebagai Taman Nasional Laut
(TNL) Kepulauan Seribu, melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor
527/Kpts/Um/7/1982 dan Surat Pernyataan Menteri Pertanian Nomor
736/Mentan/X/1982 (Siregar, 2016).
Di
Indonesia, Taman Nasional adalah salah satu kawasan konservasi yang relatif
paling maju baik bentuk maupun sistem pengelolaannya dibandingkan dengan Taman
Hutan Raya, Taman Wisata Alam, Cagar Alam dan Suaka Margasatwa. Taman Nasional
bahkan memperoleh perhatian yang lebih serius dalam pengembangannya
dibandingkan dengan pengembangan kawasan lindung ataupun pengembangan gagasan cagar
biosfer. Departemen Kehutanan juga berencana mengembangkan 21 Taman Nasional
Model dan meningkatkan status sebagian Balai Taman Nasional menjadi Balai Besar
Taman Nasional. Taman Nasional Model diartikan sebagai suatu taman nasionak
yang dikelola sesuai dengan kondisi spesifik lokasi, termasuk perubahan yang
terjadi secara efektif, efisien, transparan, dan akuntabel menuju tercapainya
taman nasional mandiri
Pada tahun 2013
jumlah pelestarian penyu sisik di P. Kelapa Dua yaitu
jumlah awal sekitar 3.749 ekor dengan pelepasan sebanyak 1.016 ekor
sehingga
jumlah akhir sekitar 3.084 ekor setelah dikurangi dari
kematian/hilang. Penanaman pohon mangrove pada tahun 2013 dilakukan dengan
luasan 10 Ha dengan penanman phon sebanyak 33.000 batang, sehingga sampai tahun
2013 jumlah lahan yang telah direhabilitasi seluas 2.305,70 Ha dengan jumlah
ponon yang ditanam sekitar 10.151.500 batang (dimulai tahun 2007). Pada tahun
2015, dalam upaya mendukung pengelolaan efektif, kementerian Kelautan dan
Perikanan juga telah berinisiatif melaksanakan kegiatan kolaborasi dan
pemberdayaan masyarakat di 7 (tujuh) taman nasional laut, termasuk di Taman
Nasional Kepulauan Seribu. Upaya ini bertujuan untuk merehabilitasi terumbu
karang yang diharapkan hasilnya dapat menjadi tambahan habitat ikan sehingga
dapat mendorong produksi ikan dan meningkatkan pariwisata. Satu unit perahu
nelayan juga telah diberikan kepada kelompok masyarakat Mitra Polhut kelurahan
Pulau kelapa (KKJI, 2015).
PENUTUP
Kesimpulan
Adapun kesimpulan pada makalah ini adalah:
1.
Taman
Nasional Kepulauan Seribu merupakan kawasan pelestarian alam yang ditetapkann
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 6310/Kpts-II?2002 tanggal
13 Juni 2002 dikarenakan memiliki sejumlah keanekaragaman hayati baik yang
dilindungi maupun tidak dilindungi serta beberapa ekosistem pendukung yang
penting.
2.
Terdapat
sepuluh potensi sumberdaya penting yang terdapat di Kawasan Taman Nasional
Kepulauan Seribu yang pelu di lindungi yaitu; mangrove, lamun, terumbu karang, penyu,
moluska, hutan pantai, elang, mamalia laut dan ikan karang serta burung air.
Saran
Agar masyarakat di Kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu
lebih menjaga lingkungan dengan menyadari betapa pentingnya kesimbangan
ekosistem di wilayah tersebut. Dan lembaga-lembaga terkait memberikan
penyuluhan kepada masyarakat untuk menjaga dan melestarikan ekosistem itu
sendiri serta memberi sanksi bagi yang melanggar.
Amanah,
S. 2004. Perencanaan Strategis Pengelolaan Sumberoaya Pesisir Terpadu di
Kelurahan Pulau Panggang Kecamatan Seribu Utara Kabupaten Kepulauan Seribu
Provinsi DKI Jakarta. Bulelin Ekonomi Perikanan. 5(2):1-16.
Anjani,
B. 2014. Kajian Manfaat Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Bagi Perikanan
Berkelanjutan (Studi Kasus Perairan Laut Berau, Kalimantan Timur).[Tesis].
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Balai
Taman Nasional Kepulauan Seribu. 2015. Evaluasi dan Monitoring Sumberdaya
Penting di Kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu.
Direktorat
Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan. 2015. Profil Kawasan Konservasi
Pokja
Kegiatan Konservasi. 2008. Konservasi Indonesia, Sebuah Potret Pengeloaan &
Kebijakan, Jakarta.
Putra,
A. C., Sutisno, A dan Kismartini. 2014. Strategi Pengembangan Ekowisata Melalui
Kajian Ekosistem Mangrove di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Jurnal Saintek
Perikanan. 10(2):91-97.
Razak,
A dan Rimadewi, S. 2013. Pengembangan Kawasan Pariwisata Terpadu di Kepulauan
Seribu Provinsi DKI Jakarta. Jurnal Teknik Pomits. 2(1):14-19
Siregar,
M. O. 2016. Penilaian pengelolaan lingkungan pulau wisata, di kawasan Taman
Nasional Laut Kepulauan Seribu, Jakarta Utara.[Tesis]. Universitas Indonesia,
jakarta.