Minggu, 02 Juli 2017

food and feeding habits

Tugas biologi perikanan
FOOD AND FEEDING HABITS
Nanda Putri (130302074)
Manajemen Sumberdaya Perairan

latar belakang
Ikan adalah mahluk hidup yang membutuhkan bahan makanan sebagai sumber energi dan gizi yang diperlukan dalam melakukan aktifitasnya yang mencakup pertumbuhan dan perkembangan serta reproduksi yang dilakukannya. Pada habitat alaminya yaitu perairan bebas sumber makanan yang diperlukan ikan telah tersedia dengan sendirinya pada kondisi terkait dengan pola rantai makanan yang ada di perairan tersebut.
Menurut Effendie (2002), makanan merupakan faktor pengendali yang penting dalam menghasilkan sejumlah ikan di suatu perairan, karena merupakan faktor yang menentukan bagi populasi, pertumbuhan dan kondisi ikan di suatu perairan. Di alam terdapat berbagai jenis b yang tersedia bagi ikan dan ikan telah menyesuaikan diri dengan tipe makanan khusus dan telah dikelompokkan secara luas sesuai dengan cara makannya, walaupun dengan macam-macam ukuran dan umur ikan itu sendiri (Nikolsky, 1963)  
Ketersediaan pakan di perairan bebas memungkinkan ikan untuk memilih dan mencari sumber makanan yang dibutuhkannya tanpa terbatas ruang dan waktu, sedangkan ikan yang dibudidayakan dalam suatu petakan tambak relatif tidak mempunyai alternatif lain dalam memilih dan mencari sumber makanan karena ruang gerak dan habitatnya dibatasi oleh petakan tambak. Situasi ini mengarahkan ikan dalam suatu kondisi ketergantungan pakan yang di suplai dari luar lingkungannya, karena ketersediaan pakan alami yang ada di dalam perairan tersebut semakin menipis dengan bertambahnya ukuran ikan dan bahkan pada waktu tertentu akan mengakibatkan habisnya pakan alami tersebut.
Besarnya populasi ikan dalam suatu perairan antara lain ditentukan oleh makanan yang tersedia. Dari makanan ini ada beberapa factor yang berhubungan dengan populasi tersebut yaitu jumlah dan kualitas makanan yang tersedia food habits , mudahnya tersedia makanan, lama masa pengambilan dan cara memakan ikan dalam populasi tersebut feeding habits, Jadi kebiasan makan dan cara memakan ikan itu secara alami bergantung kepada lingkungan tempat ikan itu hidup. Makanan yang telah digunakan oleh ikan tadi akan mempengaruhi sisa persediaan makanan dan sebaliknya dari makanan yang diambilnya akan mempengaruhi pertumbuhan. Kematangan pada bagi tiap- tiap individu ikan ikut serta keberhasilan hidupnya survival. Adanya makanan dalam perarairan selain terpengaruh oleh kondisi biotic lingkungan seperti suhu, cahaya, ruang dan luas permukaan.
Kebiasaan makanan ikan dipelajari untuk menentukan gizi alamiah ikan tersebut. Pengetahuan tentang kebiasaan makanan ikan dapat digunakan untuk melihat hubungan ekologi di antara organisme di perairan tempat mereka berada, misalnya bentuk pemangsaan, persaingan, dan rantai makanan. Jadi, makanan dapat merupakan faktor yang menentukan bagi keberadaan populasi (Effendie, 1979).   
Menurut Moyle dan Chech (1988), ikan dapat dikelompokkan berdasarkan jumlah dan variasi makanannya menjadi euryphagous yaitu ikan yang memakan berbagai jenis makanan; stenophagous yaitu ikan yang memakan makanan yang sedikit jenisnya; dan monophagous yaitu ikan yang hanya memakan satu jenis makanan saja. 
Menurut Effendie (2002), kebiasaan makanan adalah jenis, kuantitas dan kualitas makanan yang dimakan oleh ikan, sedangkan kebiasaan cara makan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan waktu, tempat dan lebih lanjut, bagaimana cara ikan memperoleh makanannya. Effendie (2002) menambahkan bahwa faktor-faktor yang menentukan suatu jenis ikan akan memakan suatu jenis organisme adalah ukuran makanan, ketersediaan makanan, warna, rasa, tekstur makanan dan selera ikan terhadap makanan. 
Faktor-faktor yang mempengaruhi jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi oleh suatu spesies ikan adalah umur, tempat dan waktu. Makanan mempunyai fungsi yang sangat penting dalam kehidupan suatu organisme dan merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan luas persebaran suatu spesies serta dapat mengontrol besarnya suatu populasi. Suatu organisme dapat hidup, tumbuh dan berkembang-biak karena adanya energi yang berasal dari makanannya (Nikolsky, 1963). 
Sebagai komponen lingkungan, makanan merupakan faktor penentu bagi jumlah populasi, pertumbuhan, dan kondisi ikan di suatu perairan (Lagler, 1961). 
Effendie (2002) mengatakan bahwa makanan merupakan salah satu faktor luar yang mempengaruhi pertumbuhan ikan. Kelimpahan makanan di dalam suatu perairan selalu berfluktuasi dan hal ini disebabkan oleh daur hidup, iklim dan kondisi lingkungan (Lagler et al., 1977). Dengan mengetahui makanan suatu jenis ikan dapatlah diketahui kedudukan ikan tersebut, apakah sebagai predator atau kompetitor, serta makanan utama dan makanan tambahan ikan tersebut.  Tidak semua macam makanan yang ada dalam suatu perairan dimakan oleh ikan. Beberapa faktor yang mempengaruhi dimakan atau tidaknya suatu zat makanan oleh ikan antara lain yaitu ukuran makanan, warna makanan, dan selera ikan terhadap makanan (Beckman, 1962). 
 Berdasarkan kebiasaan makanannya, ikan dapat dibedakan atas tiga golongan, yaitu herbivora, karnivora, dan omnivora. Namun di alam seringkali ditemukan tumpang tindih yang disebabkan oleh keadaan habitat sekeliling tempat ikan itu hidup (Effendie, 1978).   
ISI
Food Habits ( Kebiasaan makanan )
Food habits ( kebiasaan makan ) adalah kualitas dan kuantitas makanan yang dimakan oleh ikan. Umumnya makanan yang pertama kali datang dari luar untuk semua ikan dalam mengawali hidupnya ialah plankton yang bersel tunggal yang berukuran kecil, Jika untuk pertama kali ikan itu menemukan makanan berukuran tepat dengan mulutnya, diperkirakan akan dapat meneruskan hidupnya. Tetapi apabila dalam waktu relative singkat ikan tidak dapat menemukan makanan yang cocok dengan ukuran mulutnya akan terjadi kelaparan dan kehabiasan tenaga yang mengakibatkan kematian. Hal inilah yang antara lain menyebabkan ikan pada masa larva mempunyai mortalitas besar.
Food habits terbagi atas:
1. Kebiasaan makan berdasarkan tempat
1. Ikan dasar perairan domersal yaitu ikan yang mencari makanan di dasar perairan. Pada umumnya ikan jenis ini pemakan detritus. Contohnya : ikan lele dan ikan patin.
2. Ikan lapisan tengah perairan, yaitu ikan yang mencari makan dengan mengapung di tengah perairan. Contohnya: ikan bawal
3. Ikan permukaan perairan, yaitu ikan yang mencari makan di permukaan perairan.Contohnya: ikan nila dan gurami.
4. Ikan menempel, yaitu ikan pemakan bahan organik yang menempel pada benda yang terdapat di dalam air. Contohnya: ikan nilem.
2. Kebiasaan makan ikan berdasarkan waktu
1. Jenis ikan yang aktif mencari makan pada siang hari dan beristirahat pada malam hari.Contohnya: ikan mas, nila, gurami.
2. Jenis ikan yang mencari makan pada malam hari. Ikan jenis ini pada umumnya mempunyai sungut untuk meraba makanan di dasar perairan. Contohnya : ikan patin
3. Kebiasaan makan berdasarkan jenis makanan
Makanan nabati adalah makanan yang berupa bahan tumbuh-tumbuhan berukuran besar yang mudah dilihat secara kasat mata. Ikan yang makanannya berupa bahan-bahan nabati ini disebut ikan herbivora atau ikan vegetaris.
Makanan nabati beberapa contohnya antara lain adalah ganggang benang atau alga filamen. Beberapa contoh jenis-jenis ikan herbivora antara lain ikan tawes, nilem, jelawat, sepat siam, bandeng, gurami dan baronang.
Ikan herbivora pada umumnya mudah menerima makanan tambahan maupun makanan buatan. Beberapa makanan tambahan yang diberikan misalnya dedak halus, bungkil kelapa, bungkil kacang dan sisa-sisa sayuran. Pemebrian makanan buatan sebaiknya dicampur dengan bahan hijauan seperti tepung daun turi, tepung daun lamtoro, tepung daun singkong dll.
Ikan yang berhasil mendapatkan makanan yang sesuai dengan mulut, setelah bertambah besar ikan itu akan merubah makanan baik dalam ukuran dan kualitasnya, Apabila telah dewasa ikan itu akan mengikuti pola kebiasaan induknya. Refleksi perubahan makanan pada waktu kecil sebagai pemakan plankton dan bila dewasa akan mengikuti kebiasaan induknya dapat terlihat pada sisiknya.
Makanan hewani adalah makanan yang berasal dari bagianp-bagian hewan makroskopik atau makanan yang berdaging. Ikan-ikan yang makan bahan hewani disebut ikan karnivora atau ikan pemakan daging. Daging yang diberikan dapat berupa bangkai maupun hewan hidup yang berukuran kecil, beberapa contoh ikan karnivora yaitu ikan gabus, ikan betutu, ikan sidat, ikan arwana, ikan kakap putih, ikan kerapu dll.
Ikan-ikan karnivora pada umumny agak sulit menerima makanan tambahn terutama pakan buatan. Jenis ikan ini pada umumnya menyukai makanan berupa cincangan atau gilingan daging ikan atau hewan-hewan lain yang masih segar. Apabila diberikan makan buatan ikan ini memerlukan latihan yang lama dan komposisinya harus banyak mengandung bahan hewani dan aroma cukup merangsang (aroma dagingnya).
Makanan campuran adalah makanan hewani dan nabati, jenis makanan ini dapat dimakan selagi masih hidup seperti, gangang, lumut, serangga cacing dan juga dalam bentuk mati seperti limbah industri pertania, bangkai dll. Ikan yang suka menyantap makanan campuran ini disebut ikan omnivora, beberapa contoh ikan omnivora yaitu ikan mas, mujair, lele dll. Ikan omnivora lebih mudah menerima makanan tambahan maupun makanan buatan sewaktu masih larva, benih maupun dewasa.
Plankton adalah organisme hidup yang melayang-layang didalam perairan, gerakannnya pasif dan hanya mengikuti arah arus perairan. Secara bioloogis plankton terdir dari 2 jenis plankton nabati (phytoplankton) contohnya chlorella, tetraselmis, skeletonema, sprirulina dan plankton hewani (zooplankton) contohnya branchianus, moina, daphnia, artemia, cyclops, dan beberapa contoh ikan pemakan plankton yaitu ikan tambakan, yaitu ikan layang. Ikan pemakan plankton baik dari larva sampai dewasa dapat meneraima makanan tambahan maupun buatan.
Pengelompokkan ikan berdasarkan makanannya, ada ikan sebagai pemakan plankton, pemakan tanaman, pemakan detritus, ikan buas, dan ikan pemakan campuran. Berdasarkan kepada jumlah variasi dan macam-macam makanan tadi, ikan dapat dibagi menjadi:
1.uryphagic
Euryphagic adalah ikan pemakan bermacam-macam makanan
2.Stenophagic
Stenophagic adalah ikan pemakan makanan yang macamnya sedikit atau sempit.
3.Monophagic
Monophagic adalah ikan pemakan makanannya terdiri dari satu macam makanan .
Banyak spesies ikan dapat menyesuaikan diri dengan persediaan makanan dalam perairan sehubungan dengan musim yang berlaku, Dalam suatu daerah geografis luas untuk suatu spesies ikan yang hidup terpisah-pisah dapat terjadi perbedaan kebiasaan makanannya. Perbedaan ini bukan untuk satu ukuran saja tetapi untuk semua ukuran, Jadi untuk satu spesies ikan dengan ukuran yang sama dalam daerah berbeda, dapat berbeda kebiasaan makanannya. Perbedaan ini dapat terlihat jelas pada spesies ikan yang hidup dalam perairan tawar, namun dalam suatu perairanpun kalau terjadi perubahan linkungan sehingga menyebabkan perubahan persediaan makanan. Ikan akan merubah kebiasaan makanannya. Pada kultur ikan bandeng di Filipina, dengan mengunakan system kultur yang baru, ikan bandeng tersebut dipaksa memakan plankton lain, kita mengetahui bahwa makanan ikan bandeng adalah thi air (lablap) yang terdiri dari kelompok ganggang hijau biru.
Di dalam bidang kultur memang sering diadakan pemaksaan perubahan kebiasaan makanan ikan dengan memberi makanan alami lain atau dengan makanan buatan yang cukup mengandung zat-zat kebutuhan tubuh termasuk beberapa vitamin yang diperlukan.
Berdasarkan makanannya secara garis besar ikan dapat digolongkan menjadi herbivora, karnivora, predator dan sebagainya. Kenyataanya banyak overlap disebabkan oleh keadaan habitat sekelilingnya dimana ikan itu hidup, oleh karena itu dalam pemeriksaan untuk menggolongkan ikan berdasarkan kesukaan makanannya memerlukan contoh yang besar diambil dari berbagai macam lokasi, apabila satu spesies ikan telah di ketahui secara umum kebiasaan makanannya, tetapi ketika diambil dari suatu perairan tertentu terdapat kelainan dalam lambungnya, hal ini menunjukkan bahwa habitat itu secara alami tidak sesuai dengan ikan itu. Banyak sekali penelitian yang menunjukkan walaupun ikan itu sama spesiesnya dan ukurannya, tetapi apabila habitat perairannya sedikit berbeda hasilnya tidak sama, dengan demikian penilaian kesukaan ikan terhadap makanannya menjadi sangat relatif. Faktor yang harus diperhatikan dalam hubungan ini ialah faktor penyebaran organisme sebagai makanan ikan, faktor ketersediaan makanan, faktor pilihan dari ikan itu sendiri serta faktor-faktor yang mempengaruhi perairan.
Berdasarkan penelitian yang diambil dari bermacam habitat yang berbeda, hasilnya menunjukkan bahwa ikan menduduki posisi rantai makanan yang berbeda untuk tiap habitat. Penyebarabn organisme makanan ikan di dalam suatu komuniti umumnya akan didapatkan bahwa beberapa persen spesies organisme mempunyai jumlah individu banyak. Spesies sisanya berjumlah banyak dengan masing-masing jumlah individu sedikit atau jarang.
Penyebaran organisme makanan yang dominan menyebabkan pengambilan makanan itu akan bertambah sedangkan pengambilan organisme yang lain oleh ikan itu akan menurun. Ketersediaan makanan yang terdapat di perairan dapat diketahui apabila kita menganalisa makanan ikan itu dan membandingka nnya dengan makanan yang terdapat dalam perairan. 
Rantai Makanan
Rantai makanan adalah proses makan-dimakan sehingga tebentuk suatu ikatan antara mangsa dan pemangsa food chains. Plankton tumbuh-tumbuhan pada waktu mengadakan fotosintesa, menggunakan CO2 dan air dengan bantuan utama cahaya membuat hidrat arang dan menghasilkan zat asam yang berguna untuk ikan. Dengan demikian plankton dapat memproduksi zat organic dari zat anorgani, maka plankton tersebut dinamakan “penghasil awal”. Organisme yang memakan penghasil awal dinamakan “pemakan awal”. Organisme yang memakan pemakan awal dinamakan “pemakan kedua”. Pemakan kedua akan dimakan pemakan ketiga dan seterusnya. Susunan demikian itu yang dimaksud dengan rantai makanan. Panjang pendeknya rantai makanan bergantung kepada macam, ukuran atau umur ikan. Ikan buas yang besar merupakan pemakan yang tertinggi, akan tetapi akan lebih rendah dari pada organisme pemakan ikan buas tersebut.
Kebutuhan energi total dari anggota mastarakat biota yang terlibat dari jaringan makanan dalam keadaan keseimbangan yang dinamik, artinya, sebanyak energi yang masuk dalam suatu sistem, sebanyak itu pula energi yang keluar dari sistem itu. Energi berasal dari matahari, dan hanya tumbuh-tumbuhan, hijau yang dapat mengubah energi ini menjadi makanan hewan, maka jumlah hewan yang hidup harus kurang dari jumlah seluruh tumbuh-tumbuhan yang hidup, yakni biota tempat hewan-hewan, bertumpu pada kelebihan energi yang dihasilkan, setiap hewan yang melaksanakan kegiatannya memanfaatkan sebagian energi yang terdapat dalam makanan dan mengubahnya (membuangnya) dalam bentuk kerja dan panas.
Rantai makanan ini, semua kehidupan hewan tergantung pada kemampuan tumbuh-tumbuhan hijau untuk berfotosintesis, di laut, fitoplankton merupakan produsen makanan yang utama, tingkat selanjutnya adalah pemindahan energi dari makanan utama tersebut ke dalam rantai makanan.
Kolam ikan merupakan contoh yang baik untuk mengetahui rantai makanan dalam keadaan sangat disederhanakan. Disini akan terlihat pola pengelolaan yang direncanakan untuk menyalurkan energi melalui rantai makanan yang diusahakan sependek mungkin, bila rantai makanan itu semakin panjang maka produksi terakhir yang di capai tidak secepat pada ikan dengan rantai yang pendek.
Kebanyakan para ahli biologi aquatik menyetujui bahwa bakteria dan alga merupakan dasar bagi rantai makanan. Bakteri mengunakan material sisa yang komplek menjadi bentuk yang lebih sederhana. Alga sanggup menggunakan garam-garam anorganik yaitu zat asam arang dan air dengan adanya sinar matahari membentuk zat organik, akan tetapi rantai makanan dari bakteria ke ikan bukan merupakan rantai makanan satu seri rantai makanan melainkan bentuknya lebih komplek, sehingga akan tepat apabila disebut jaring makanan karena terdiri dari berbagai rantai makanan yang saling bertautan.
Konsep klasik dalam rantai makanan aquatik, bahwa zooplankton dianggap sebagai rantai pertama yang penting untuk pengahasil kedua. Konsep ini berdasarkan penelitian rantai makanan di laut daerah utara dimana tiap tahap tropiknya dapat dengan mudah diikuti. Kedudukan zooplankton bila makin dekat ke daerah pantai makin kurang peranannya, bahkan di daerah eustuarin, kepentingan phytoplankton menjadi nomor dua.
Di daerah pantai yang mempunyai peranan dalam rantai makanan sebagai rantai pertama diantaranya rumput lau daerah pantai spartina, rumput laut (Thalassia,dsb), makro algae, mangrove dan mikroflora benthic. Ikan sebagai pemakan detritus dari organisme tersebut sebagi energi menggantikan zooplankton sebagai rantai pada herbivore. Beberapa spesies ikan yang telah sukses sebagai pemakan detritus materual tanaman mikro dan makro benthic di daerah pantai adalah ikan bandeng, dan belanak. Ikan pemakan detritus yang sukses hidup di air tawar diantaranya adalah ikan mas, ikan mujair, ikan nila.
Feeding Habits (Kebiasaan Cara Makan)
Kebiasaan cara makan adalah kapan waktu, tempat dan cara ikan mendapatkan makanannya. Kebanyakan cara ikan mencari makanan dengan menggunakan mata. Pembauan dan persentuhan juga digunakan untuk mencari makanan terutama oleh ikan pemakan dasar dalam perairan yang kekurangan cahaya atau dalam perairan keruh. Ikan yang menggunakan mata dalam mencari makanan akan mengukur apakah makanan itu cocok atau tidak untuk ukuran mulutnya, tetapi ikan yang menggunakan pembauan dan persentuhan tidak melakukan pengukuran, melainkan kalau makanan sudah masuk mulut akan diterima atau ditolak.
Berdasarkan kepada kebisaan hidup dalam lingkungannya akan mempunyai mulut yang berbeda-beda untuk mengambil makanannya.Letak mulut ada yang inferior(dibawah kepala),seperti dalam golongan Elasmobranchia, Acipencer,Polyodon, dan lain-lain. Mulut yang letaknya terminal(di ujung dapan kepala)terdapat kebanyakan ikan. Mulut ikan yang letaknya superior (di bagian atas) terdapat sperti ikan Hyporhamphus, selain letaknya, mulut ikan bervariasi baik dalam bentuk, besar dan perlengkapan lainnya seperti gigi, alat peraba dan lainnya.
Variasi pada tiap-tiap spesies ikan merupakan spesialisasi struktur dalam penyesuaian fungsi ekologi yang memberikan ikan itu suatu keuntungan tertentu dari pada ikan lain yang tidak mempunyai bentuk tadi. Keadaan demikian untuk beberapa spesies ikan tertentu yang hidup dalam suatu lingkungan yang khas memberikan kemungkinan kecil kecil sekali terjadi persaingan interspesifik, dengan kata lain bahwa spesies tertentu itu mengadakan penyesuaian ysng menguntungkan dalam cara pengambilan makanan terhadap lingkungannya.
Mata bagi larva ikan merupakan indera yang penting untuk mencari dan menangkap makanannya, bila larva menemukan mangsa didepan tubuhnya ia akan beraksi dengan menggerakkan mata sehingga berposisi simetris tertuju ke depan. Kemudian ia menggerakkan tubuh berupa loncatan-loncatan kecil, bila mangsa sudah dekat yaitu kira-kira 1–2 mm di depan mulutnya, larva akan mendorong tubuhnya dari posisi badan berbentuk huruf kemudian menangkap mangsa tadi, biasanya mangsa seperti Copepoda tidak akan tinggal diam, tetapi mengadakan reaksi. Pergerakan larva merupakan perangsang mangsa mengadakan pergerakan bila mana larva suda mendekat kira-kiar 2–3 mm mangsa akan meloncat sebelum ditangkap. Mangsa Diaptomus dapat mengadakan satu kali loncatan sejauh 5 mm. Mangsa yang sudah meloncat biasanya masih dalam jarak penglihatan larva. Persentase sukses pengambilan mangsa oleh larva bergantung pada kepadatan mangsa yaitu berkisar 20%.
Ikan pemakan mempunyai mulut relative kecil dan umumnya tidak ditonjolkan ke luar. Rongga mulut bagian dalam dilengkapi dengan jari-jari tapis insang yang panjang dan lemas untuk menyaring plankton yang di makan. Plankton yang masuk ke dalam mulut bersama-sama air. Plankton akan tinggal dalam mulut sedangkan airnya akan melalui celah insang. Umumnya mulut ikan pemakan plankton tidak dilengkapi dengan gigi. Alat pencernaan tidak mempunyai lambung seperti pada ikan buas dan usus pemakan plankton relative panjang tetapi tidak dilengkapi dengan perlengkapan sempurna untuk mencerna. Ikan pemakan plankton jika makan ada yang suka membentuk suatu kelompok dan mencari kelompok plankton yang padat, bila mereka menemukan yang dapat mereka makan dengan intensif dan lebih cepat dari pada makan ikan yang makannya terisolir, sebaliknya ikan pemakan benthos dan ikan buas makanannya kurang intensif kalua mereka berkelompok tetapi makan lebih intensif kalau terisolir.
Ikan pemakan dasar pada waktu mencari makanan mengunakan sungut untuk meraba dasar perairan. Persentuhan sungut dengan mangsa atau makanannya akan menggerakkan mulut untuk mengambil mangsa. Kebanyakan makanan yang diambil terdiri dari invertebrata. Mulut pemakan dasar ada yang dilengkapi dengan gigi halus yang memenuhi ruang atas dan bawah, tetapi ada pula yang tidak dilengkapi dengan gigi seperti yang terdapat pada ikan. Ikan mas yang sudah tua dan besar akan merubah kebiasaan makanannya dari pemakan dasar menjadi pemakan rumput.
Umumnya ikan buas mencari mangsa mengunakan mata. Ikan buas aktif mencari makanan dengan berenang kian kemari, tetapi ikan yang tidak aktif akan menunggu mangsa di suatu tempat yang terlindung, Bila mangsa mendekat akan disergap. Ikan buas yang suka berkelompok jika telah dapat melokalisir mangsanya akan mengambil mangsa tersebut secara intensif dan cepat jika dibandingka dengan ikan yang terisolir, tetapi hal ini bergantung pada distribusi dan konsentrasi makanan tadi. Kadang-kadang ikan buas mengalami kesukaran menghadapi mangsa yang bergerombol karena mangsa tersebut bergerombolnya sedemikian rupa sehingga tidak ada satupun yang terlepas, kalau kelompok ikan tadi dalam keadaan terpencar maka ikan predator akan makan secara intensif.
Sehubungan dengan kebiasaan ikan mencari makanannya, pada ikan terdapat apa yang dinamakan Feeding Periodicity masa aktif ikan untuk mencari makanan selama 24 jam. Bergantung kepada ikannya feeding periodicity ada yang satu ada yang dua kali. Lamanya ada yang satu jam atau dua jam bahkan ada yng terus menerus. Pada ikan buas yang memakan mangsa yang ukuran besar interval pengambilan makanannya mungkin lebih dari satu hari. Feeding periodicity ikan nocturnal aktif pada malam hari dimulai dari matahari terbenam sampai pagi dan untuk ikan diurnal pada siang hari. Feeding periodicity ini berhubungan dengan suplay makanan juga dengan musim, kalau kondisi lingkungan menjadi buruk feeding periodicity dapat berubah, bahkan dapat menyebabkan terhentinya pengambilan makanan.
Spesialisasi Kebiasaan Makanan
Aktifitas mencari makan pada ikan di alam bebas merupakan pekerjaan harian yang rutin dimana makanan tadi diketahui oleh ikan dengan cara penglihatan, perabaan, pembauan. Makanan yang tersedia di alam dimanfaatkan oleh ikan biasanya dapat diketahui dengan mengambil contoh makanan yang ada pada lambungnya dan dilengkapi dengan daftar diet harien yang diambil ikan berbagi umur dan ukuran.
Berdasarkan tentang kebiasaan, kesukaan dan macam-macam makanan ikan harus menyertakan pertimbangan terhadap morfologi fungsional dari tengkorak, rahang dan alat pencernaan ikan tersebut, dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut dapat diketahui gizi alami dan pembatas-pembatas kebiasaan makanan yang mungkin timbul. Ikan tanpa struktur mulut untuk menghisap lumpur tidak akan mendapatkan makanan di bawah batubatu besar padahal makanan disitu cukup banyak.
Menurut Kasjian Romi Mohtarto dan Sri Juwana, dalam bukunya Biologi Perikanan, menyatakan bahwa. feeding habits yaitu kebiasaan cara memakan pada ikan sering kali di hubungkan dengan bentuk tubuh yang khusus dan fungsional morfologi dari tengkoraknya, rahang dan alat pencernaan makanannya, jadi ikan herbivore secara sederhana dapat dinyatakan bahwa ikan tersebut tidak mempunyai kemampuan untuk memakan dan mencerna material lain selain tumbuhan, oleh karena itu ikan pemakan tumbuhan cenderung memakan material tumbuhan yang lambat dicerna. Ikan herbivora ini harus dapat mengekstraksi nutrient melalui ususnya yang panjang, jadi usus ini berfungsi sebagai penahan makanan dalam jumlah besar dalam waktu yang lama untuk mendapat kesempatan penggunaan penuh material makanan yang sudah dicerna, secara kontras ikan karnivor mempunyai usus yang lebih pendek khusus.
Beberapa garis besar morfologi usus macam-macam ikan yang berbeda kebiasaan makanannya. Ikan herbivore tidak mempunyai gigi dan mempunyai tapis insang yang lembut dapat menyaring phytoplankton dari air. Ikan ini tidak mempunyai lambung yang benar yaitu bagian usus yang mempunyai jaringan otot kuat, mengekreasikan asam, mudah mengembang, terdapat di bagian muka alat pencern makanannya). Ususnya panjang berliku-liku, dindingnya tipis.
Ikan karnivora mempunyai gigi untuk menyergap, menahan dan merobek mangsa dan jari-jari tapis ingsangnya menyesuaikan untuk penahan, memegang, memarut dan mengilas mangsa, punya lambung benar, palsu dan usus pendek, tebal dan elastis.
Ikan omnivore mempunyai system pencernaan antara bentuk herbivora dan karnivora. Pengelompokan ikan berdasarkan kepada macam makanannya telah dikenal yaitu sebagai ikan pemakan plankton, pemakan tanaman, pemakan detritus, pemakan insecta, pemakan bangkai, ikan buas dan ikan pemakan campuran, namun banyak ikan yang mempunyai daya untuk menyesuaikan diri dengan keadaan lingkunganya dalam rangka untuk mempertahankan hidupnya.
Ikan yang mempunyai keistimewaan khusus dalam kebiasaan makanannya dan mencari makanan terdapat pada ikan mas. Nilai ekonomi di daerah musim empat, pada waktu musim dingin makanan bagian terbesarnya adalah makanan yang pada waktu musim panas terbawa dengan makanan lainnya.
Kesimpulan
Food habits (kebiasaan makan) adalah kualitas dan kuantitas makanan yang dimakan oleh ikan. Berdasarkan makanannya secara garis besar ikan dapat digolongkan menjadi herbivora, karnivora, predator dan sebagainya.
Rantai makanan adalah proses makan-dimakan sehingga tebentuk suatu ikatan antara mangsa dan pemangsa food chains.
Kebiasaan cara makan adalah kapan waktu, tempat dan cara ikan mendapatkan makanannya. Berdasarkan kepada kebisaan hidup letak mulut ada yang inferior (di bawah kepala), Mulut yang letaknya terminal (di ujung dapan kepala), Mulut ikan yang letaknya superior (di bagian atas).
Variasi pada tiap-tiap spesies ikan merupakan spesialisasi struktur dalam penyesuaian fungsi ekologi yang memberikan ikan itu suatu keuntungan tertentu daripada ikan lain yang tidak mempunyai bentuk.
DAFTAR PUSTAKA
ffandi R. dan Tang Usman Muhammad. 2002. Fisiologi Hewan Air. Unri Press. 
Pekanbaru.
Belcher H. Erica Swale. 1976. Freswater algae. Institute of Terrestrial Ecology 
Natural Environment Council. London
Effendie, M. Ichsan. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor.
Effendie, M. Ichsan. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. 
Yogyakarta. 
Effendie, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius. Yogyakarta.
Heltonika, B. 2009. Kajian Makanan dan Kaitannya Dengan Reproduksi Ikan 
Senggaringan (Mystus nigriceps) [Thesis]. Tidak dipublikasikan. Sekolah 
Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.
Kordi K. dan M. Gufran. Andi Baso Tancung. 2007. Pengelolaan Kualitas Air 
dalam Budidaya Perairan. Rineka Cipta Jakarta.
Kordi K. M.Gufran H. 2000. Budidaya Ikan Nila di Tambak Sistem Monosex 
Kultur. Dahara Prize. Semarang.
Needham J.G and Paul R. Needham. 1938. A. Guide To The Study of FresWater 
Biology. Holden Day San Fransisco.
Nurmawati, A. 2007. Studi Kebiasaan Makanan Ikan Terbang (Hirundichthys 
oxycephalus, Bleeker, 1852) [Skripsi]. Tidak dipublikasikan. Departemen 
Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. 
Institut Pertanian Bogor.
Umar, C. dan Krismono.1998. Beberapa Aspek Limno-biologi dan Perikanan di 
Danau Tondano, Sulawesi Utara. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia
Vol IV

Minggu, 13 November 2016

KONSERVASI TAMAN NASIONAL KEPULAUAN SERIBU

konservasi sumberdaya perairan
KONSERVASI TAMAN NASIONAL KEPULAUAN SERIBU DKI JAKARTA



Oleh:
Nanda Putri
130302074
Manajemen Sumberdaya Perairan/ B














PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2016



KATA PENGANTAR
          Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah konservasi sumberdaya perairan yang berjudul “ Konservasi Taman Nasional Kepulauan Seribu DKI Jakarta”. makalah ini bertujuan untuk mengetahui konservasi di Kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Yunasfi, M.Si., dan Ibu Dr. Ani Suryanti, S.Pi, M.Si., selaku Dosen Pengampu matakuliah konservasi sumberdaya perairan serta kepada pihak-pihak yang selalu mendukung penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari kekurangan dalam makalah ini. Kritik dan saran membangun sangat diharapkan dari berbagai pihak guna mendapatkan hasil yang lebih baik. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua yang membacanya.


Medan, November 2016


Penulis


DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR..............................................................................              i
DAFTAR ISI..............................................................................................             ii
PENDAHULUAN
Latar Belakang...................................................................................             1
Tujuan.................................................................................................             2
Manfaat..............................................................................................             2
ISI
Kondisi Umum...................................................................................             3
Dasar Hukum......................................................................................             4
Kondisi Ekologis................................................................................             5
Iklim...................................................................................................             6
........................................................ Kondisi Sosial Ekonomi Budaya                          6
                 Potensi ...............................................................................................             7
.. Aksesbilitas.........................................................................................             9
.. Upaya Pengelolaan Kawasan.............................................................           10
................
PENUTUP
Kesimpulan.........................................................................................           12
Saran...................................................................................................           12
................  
DAFTAR PUSTAKA



PENDAHULUAN
Latar Belakang
            Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki 17.480 pulaupulau besar dan kecil serta garis pantai sepanjang 95.181 km. Dengan Luas daratan hanya 1,9 juta km2, maka 75% wilayah Indonesia berupa lautan, yang terdiri dari 3,1 juta km2 wilayah laut teritorial dan 2,7 juta km2 zona ekonomi eksklusif (ZEE). Dengan realitas seperti ini, Indonesia tentu saja memiliki potensi sumberdaya kelautan, yang terdiri atas sumberdaya alam dapat pulih (renewable resources), sumberdaya alam tidak dapat pulih (non-renewable resources), sumber energi kelautan, dan jasa-jasa lingkungan yang sangat besar           (Susanto, 2011).
            Konservasi adalah suatu upaya pelestarian, perlindungan, dan pemenfaatan
sumber daya secara berkelanjutan. Kepentingan konservasi di Indonesia khususnya sumber daya sudah dimulai sejak tahun 1970 an melalui mainstream konservation global yaitu suatu upaya perlindungan terhadap jenis-jenis hewan dan tumbuhan langka. UU No. 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan beserta perubahannya (UU No.45 Tahun 2009) dan UU No. 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil mengarahkan bahwa pemerintah dan seluruh stakeholder pembangunan kelautan dan perikanan lainnya untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan. PP No. 60 Tahun 2007 Tentang Konservasi Sumber Daya Ikan menjabarkan arahan kedua undang-undang tersebut dengan mengamanahkan pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk melaksanakan konservasi sumber daya ikan, dan salah satunya adalah melalui penetapan dan pengelolaan kawasan konservasi perairan (KKJI, 2015).      
            Menurut Pokja Kegiatan Konservasi (2008) konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya menurut undang-undang ini dilakukan melalui: (1) perlindungan sistem penyangga kehidupan; (2) pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya; dan (3) pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Ketiga hal ini dianggap sebagai prinsip dan acuan dalam pengelolaan konservasi di Indonesia.
            Taman Nasional Kepulauan Seribu merupakan kawasan pelestarian alam yang ditetapkann berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 6310/Kpts-II?2002 tanggal 13 Juni 2002 dikarenakan memiliki sejumlah keanekaragaman hayati baik yang dilindungi maupun tidak dilindungi serta beberapa ekosistem pendukung yang penting. Pengelolaan terhadap kawasan pada dasarnya telah dilakukan sejak berstatus sebagai cagar alam, namun informasi mengenai potensi keanekaragaman hayati yang ada di Taman Nasional Kepulauan Seribu sampai saat ini belum tergali dengan optimal seluruhnya sehingga perlu adanya pengamatan dan pemantauan untuk dapat mengetahui jenis, jumlah dan kondisi potensi yang ada didalamnya (Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu, 2015). Ketersediaan data dan informasi tentang keanekaragaman hayati yang dimiliki merupakan modal dasar bagi Taman Nasional Kepulauan Seribu untuk merancang pengelolaan yang efektif dan efisien.

Tujuan Penulisan
            Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut
1.    Untuk mengetahui upaya pelestarian di Taman Nasional Kepulauan Seribu.
2.    Untuk mengetahui potensi Taman Nasional Kepulauan Seribu.

Manfaat Penulisan
            Mantaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai bahan informasi mengenai Taman Nasional Kepulauan Seribu sehingga dapat dijadikan sebagai bahan referensi dalam pengelolaan wilayah konservasi.




 ISI
Kondisi Umum
            Secara administratif kawasan TNKpS berada dalam wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, terletak di Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, tepatnya di tiga kelurahan yaitu Pulau Panggang, Pulau Kelapa, dan Pulau Harapan. Secara geografis Taman Nasional ini terletak pada 5°24’ - 5°45’ LS, 106°25’ - 106°40’ BT' dan mencakup luas 107.489 Ha (SK Menteri Kehutanan Nomor 6310/Kpts-II/2002), yang terdiri dari wilayah perairan laut seluas 107.489.ha (22,65% dari luas perairan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu) dan 2 pulau (Pulau Penjaliran Barat dan Pulau Penjaliran Timur) seluas 39,50 ha. Dengan demikian, pulau-pulau lain (wilayah daratan) yang berjumlah 108 sesungguhnya tidak termasuk dalam kawasan TNKpS Pulau Seribu (KKJI, 2015).
            Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu tersusun oleh Ekosistem Pulau-
Pulau Sangat Kecil dan Perairan Laut Dangkal, yang terdiri dari Gugus Kepulauan
dengan 78 pulau sangat kecil, 86 Gosong Pulau dan hamparan laut dangkal pasir
karang pulau sekitar 2.136 hektar, terumbu karang tipe karang tepian (fringing
reef), mangrove dan lamun. Bermedia tumbuh sangat miskin hara/lumpur, dan
memiliki kedalaman laut dangkal sekitar 20-40 m. Dari jumlah pulau yang berada
di dalam kawasan TNKpS yang berjumlah 78 pulau, diantaranya 20 pulau sebagai
pulau wisata, 6 pulau sebagai hunian penduduk dan sisanya dikelola perorangan
atau badan usaha (Amanah, 2004).
            Menurut KKJI (2015) Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 1 meter diatas permukaan laut. Luas Kepulauan Seribu, berdasarkan SK Gubernur No 171 tahun 2007, adalah 8,70 km2. Wilayah Kepulauan Seribu terdiri dua kecamatan yaitu Kec. Kepulauan Seribu Utara (79 pulau) dan Kec. Kepulauan Seribu Selatan (31 pulau) serta memiliki tidak kurang dari 110 buah pulau. Luas TNKpS menurut bentuk lahan tahun 2013 adalah :
         Daratan Pulau seluas 576.910 Ha (0,54%)
         Rataan Pasir dan Karang 4.350.379 Ha (4,05%)
         Karang Dalam 98.176 Ha (0,09%)
         Perairan Laut 102.463.535 Ha (95,32%)

Dasar Hukum
       Keputusan Menteri Pertanian Nomor 527/Kpts/Um/7/1982 tanggal 21 Juli 1982, yang menetapkan wilayah seluas 108.000 hektar Kepulauan Seribu sebagai Cagar Alam dengan nama Cagar Alam Laut Pulau Seribu.
       Pernyataan Menteri Pertanian pada Konggres Taman Nasional Se- Dunia ke III tahun 1982 di Bali, Nomor 736/Mentan/X/1982 tanggal 10 Oktober 1982, yang menyatakan Cagar Alam Laut Pulau Seribu seluas 108.000 hektar sebagai Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu.
       Keputusan Direktur Taman Nasional dan Hutan Wisata Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam Departemen Kehutanan Nomor 02/VI/TN-2/SK/1986 tanggal 19 April 1986 tentang Pembagian zona di kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu. 4. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 162/Kpts-II/1995 tanggal 21 Maret 1995 tentang Perubahan fungsi Cagar Alam Laut Kepulauan Seribu yang terletak di Kotamadya Daerah Tingkat II Jakarta Utara Daerah Khusus Ibukota Jakarta seluas +/- 108.000 (Seratus delapan ribu) hektar menjadi Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu.
       Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 220/Kpts-II/2000 tanggal 2 Agustus 2000 tentang Penunjukan kawasan hutan dan perairan di wilayah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta seluas 108.475,45 (Seratus delapan ribu empat ratus tujuh puluh lima koma empat puluh lima) hektar.
       Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 6310/Kpts-II/2002 tanggal 13 Juni 2002 tentang Penetapan kawasan pelestarian alam perairan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu seluas 107.489 (Seratus tujuh empat ratus delapan puluh sembilan) hektar di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
       Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Departemen Kehutanan Nomor SK.05/IV-KK/2004 tanggal 27 Januari 2004 tentang Zonasi Pengelolaan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu
           
            Sejatinya pengaturan pemanfaatan wilayah Kepulauan Seribu dari pemanfaatan sumberdaya alam yang berlebihan, menurut tnlkepulauanseribu.net, telah dimulai oleh Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, melalui beragam upaya antara lain sebagai berikut:
1.    PERDA Kotapraja Jakarta Raya Nomor 7 tahun 1962 tanggal 30 Maret 1962 tentang Pengambilan batu barang, basir, batu dan kerikil dari pulau-pulau dan beting-beting karang dalam wilayah lautan Kotapraja Jakarta Raya.
2.    Keputusan Gubernur/Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor Ib.3/3/26/1969 tanggal 3 Desember 1969 tentang Pengamanan penggunaan tanah di Kepulauan Seribu.
3.    Keputusan Gubernur/Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor Ca.19/1/44/1970 tanggal 6 Nopember 1970 tentang Penutupan perairan di sekeliling taman-taman karang di gugusan Kepulauan Seribu untuk penangkapan ikan oleh Nelayan-Nelayan sebagai mata pencaharian (profesional).
4.    Keputusan Gubernur/Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor Ea.6/1/36/1970 tanggal 31 Desember 1970 tentang Larangan penangkapan ikan dengan mempergunakan alat bagan di lautan/perairan dalam wilayah Daerah Ibukota Jakarta.
5.    Keputusan Gubernur/Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor Da.11/24/44/1972 tanggal 27 September 1972 tentang Ketentuan dan persyaratan pemberian izin penunjukkan penggunaan tanah untuk mengusahakan/menempati pulau-pulau di Kepulauan Seribu, Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

Kondisi Ekologis
            Tumbuhan yang terdapat di Taman Nasional Kepulauan Seribu didominasi
oleh tumbuhan pantai, seperti nyamplung (Calophyllum inophyllum), waru (Hibicus tiliaceus), pandan (Pandanus sp.), cemara laut (Casuarina equisetifolia), cangkudu (Morinda citrifolia), butun (Barringtonia asiatica), bogem         (Bruguiera sp.), sukun (Artocarpus altilis), ketapang (Terminalia cattapa), dan kecundang (Cerbena adollam). Kekayaan kehidupan laut taman nasional ini terdiri dari karang keras/lunak sebanyak 54 jenis, 144 jenis ikan, 2 jenis kima, 3 kelompok ganggang seperti Rhodophyta, Chlorophyta dan Phaeophyta, 6 jenis rumput laut seperti Halodule sp., Halophila sp., dan Enhalus sp., serta 17 jenis burung pantai. Taman Nasional Kepulauan Seribu merupakan tempat peneluran. Sebagian besar pantai-pantai di taman nasional ini dilindungi oleh hutan bakau yang merupakan tempat hidup biawak, ular cincin emas dan piton. penyu sisik (Eretmochelys imbricata) dan penyu hijau (Chelonia mydas) yang merupakan satwa langka (KKJI, 2015).

Iklim
            Keadaan iklim di sekitar Kepulauan Seribu adalah Suhu udara terendah 23,0°C dan tertinggi 35,4°C dengan rata-rata bulanan sekitar 27,3-29,3 °C, terdingin pada bulan Januari dan terpanas pada bulan Oktober, Jumlah hari hujan bulanan antara 5-22 hari, tersendah pada bulan September dan tertinggi bulan Januari. Kelembaban udara terendah 42% dan tertinggi 98% dengan rata-rata bulanan sekitar 71-83% dan Kecepatan angin terendah 6 knot dan tertinggi 46 knot, dengan rata-rata bulanan berkisar 3,5-5,5 knot. Kecepatan angin terendah hampir terjadi di semua bulan kecuali bulan juli, agustus, dan oktober, sedang kecepatan tertinggi terjadi pada bulan Januari.

Kondisi Sosial Ekonomi Budaya
            Penduduk Kepulauan Seribu berjumlah 4.920 KK (660 Keluarga Pra Sejahtera), diantaranya 65 % bermukim di Pulau Pemukiman (Pulau Panggang, Pulau Pramuka, Pulau Kelapa, Pulau Kelapa Dua, dan Pulau Harapan) yang berada di dalam Kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu. Mata Pencaharian Pokok Masyarakat adalah Nelayan Tangkap 70,99 %, utamanya Nelayan Tangkap termasuk Nelayan Jaring MUROAMI (jaring yang tidak ramah lingkungan karena merusak karang) dan sebagian kecil masih menggunakan Racun POTASIUM SIANIDA dan atau dinamit. Berdasarkan kriteria kegiatan budidaya perikanan berupa kondisi fisik geofisik (keterlindungan, kedalaman perairan, dan substrat dasar laut), oceanografis (kecepatan arus), dan kualitas air (kecerahan dan salinitas), kapasitas Kepulauan Seribu untuk pengembangan budidaya perikanan laut seluas 904,17 ha, diantaranya 622,49 ha (66 %) dalam kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu. Berdasarkan kriteria kepariwisataan berupa keindahan alam, keaslian panorama alam, keunikan ekosistem, tidak adanya gangguan alam yang berbahaya, dan ketersediaan sarana dan prasarana pendukung, kapasitas Kepulauan Seribu untuk pengembangan pariwisata seluas 872,06 ha dengan kapasitas pengunjung 2.318 Orang per hari, diantaranya 795,38 ha dan 1.699 Orang per hari (73 %) adalah kapasitas dalam kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (KKJI, 2015).
            Sekitar 60 % Masyarakat Kepulauan Seribu, tinggal di 5 Pulau Sangat Kecil yang berada di dalam Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu. Mereka bermatapencaharian pokok sebagai nelayan dan hal ini sudah lama mereka lakukan, jauh sebelum pembentukan Taman Nasional. Mereka sudah dan sangat
tergantung pada pemanfaatan sumberdaya kelautan Kepulauan Seribu sehingga
Program legalisasi dan sertifikasi telah diberlakukan untuk mengatasi masalah ini (Amanah, 2004).

Potensi
            Produksi perikanan di Kepulauan  Seribu cenderung menurun dari tahun ke tahun yaitu pada tahun 2011 produksi 2.382 ton, tahun 2012 produksi 2.560 ton, sedang tahun 2013 jumlah produksi 2.377 ton. Jumlah pembudidaya (pembenihan) sebanyak 21 orang dengan luasa lahan 910 m2, sedang untuk pembesaran jumlah perorangan sebanyak 337 jiwa dengan luas lahan 43.898 m2 dan untuk perusahaan sebanyak 131 perusahaan dengan luas 43.898 m2.Pada tahun 2013 jumlah nelayan tetap 3.735 jiwa dimana sebagai nelayan pemilik sebanyak 532 jiwa dan nelayan pekerja sebanyak 3.203 jiwa. Jumlah armada perahu sebanyak 1273 unit  (1.113 unit 0-5 GT, 159 unit 5-10 GT, dan 1 unit 10-20 GT). Jumlah alat tangkap ikan sebanyak 1.838 unit yang didominasi oleh payang, jarring, bagan, pancing, bubu, dan muro ami (KKJI, 2015).
            Hampir semua pulau di Kepulauan Seribu telah menjadi daerah tujuan wisata terutama beberapa pulau yang telah dikelola oleh resort-resort wisata, seperti Pulau Sepa, Pulau Bira, Pulau Putri, Pulau Kotok, Pulau Pelangi, Pulau Pantara (Hantu Timur), dan Pulau Matahari (Macan Besar). Walaupun tidak tersedia sarana dan prasarana wisata, beberapa pulau lainnya seringkali dijadikan obyek tujuan wisata termasuk pulau-pulau pemukiman dan spot-spot bawah air untuk olahraga diving dan snorkeling yang menampilkan obyek visual terumbu karang, lumba-lumba, penyu, dan bangkai kapal-kapal karam. Lokasi-lokasi berjemur (sunbathing), sunset dan sunrise, camping, birdwatching, berlayar (sailing), pemancingan (fishing), dan olahraga jet-ski juga tersedia di sana. Beberapa lokasi penyelaman antara lain yaitu Gosong Laga, Pulau Sepa, P. Petondan Barat dan Timur, Pulau Semut, Pulau Kuburan Cina, Pulau Kaliage, P. Opak Besar, Kecil Karang Pilang, Karang Kroya, Pulau Pramuka, Karang Bongkok, P. Kotok Besar dan Kecil, Karang Congkak serta P. Semak Daun (Amanah, 2004).
            Zona Pemanfaatan Wisata Taman Nasional (59.634,50 Hektar) meliputi
perairan sekitar Pulau Nyamplung, Sebaru Besar, Lipan, Kapas, Sebaru Kecil, Bunder, Karang Baka, Hantu Timur, Hantu Barat, Gosong Laga, Yu Barat/Besar, Yu Timur, Satu/Saktu, Kelor Timur, Kelor Barat, Jukung, Semut Kecil, Cina, Semut Besar, Sepa Timur/Kecil, Sepa Barat/Besar, Gosong Sepa, Melinjo, Melintang Besar, Melintang Kecil, Perak, Kayu Angin Melintang, Kayu Angin Genteng, Panjang, Kayu Angin Putri, Tongkeng, Petondan Timur, Petondan Barat/Pelangi, Putri Kecil/Timur, Putri Barat/Besar, Putri Gundul, Macan Kecil, Macan Besar/Matahari, Genteng Besar, Genteng Kecil, Bira Besar, Bira Kecil, Kuburan Cina, Bulat, Karang Pilang, Karang Ketamba, Gosong Munggu, Kotok Besar, dan Kotok Kecil, pada posisi geografis 5°30'00"-5°38'00" LS dan 106°25'00"-106°40'00" BT, dan 5°38'00"-5°45'00" LS dan 106°25'00"-106°33'00" BT (KKJI, 2015).
            Adapun dalam pengembangan ekowisata di Pulau Pramuka, Taman Nasional juga berusaha bermitra dengan kelompok-kelompok swadaya yang ada di masyarakat. Kegiatan ekowisata yang ada pun tidak lepas dari keterlibatan masyarakat. Sebagai contoh, dalam kegiatan penyelaman dan snorkeling, kelompok masyarakat yang bekerja di bidang ekowisata dapat memanfaatkan kelengkapan peralatan dari Taman Nasional serta membawa tamu mereka untuk melakukan penyelaman dan snorkeling di wilayah perairan Taman Nasional, tentu saja kegiatan ini melalui perizinan terlebih dahulu (Amanah, 2004).
            Kepulauan Seribu memiliki tiga jenis wisata yang menjadi daya tarik dalam merespon motivasi wisatawan untuk datang. Ketiga jenis wisata ini adalah wisata pantai (pulau wisata  umum) berjumlah 45 pulau, wisata cagar alam berjumlah dua pulau dan wisata sejarah berjumlah empat pulau. Keberagaman jenis wisata dapat dilihat dari penggunaan pulau di Kepulauan Seribu, terdapat 11 pulau wisata yang merupakan pulau permukiman, 4 pulau wisat asejarah yang merupakan kawasan Pulau Onrust, serta wisata konservasi yang terdapat pada Pulau Rambut dan Pulau Bokor, namun keberadaan wisata ini belum termanfaatkan dengan optimal, hal ini terlihat pulau-pulau yang dikunjungi hanya berupa pulau yang potensinya berupa pantai saja. Bila ditinjau lagi keberadaan bangunan peninggalan Belanda yang berada pada pulau Onrust, Kantor eks asisten Residen Duizen Eilanden yang berada di Pulau Panggang serta adanya wisata berupa ekowisata yang mengedepankan wisata pendidikan yang berada pada Pulau Pramuka dan Pulau Sepa yang terdapat konservasi mangrove dan penyu sisik, seharusnya dapat mendukung kegiatan wisata utama berupa wisata bahari di Kepulauan Seribu (Razak dan Rimadewi, 2013).
            Hutan Mangrove di Kepulauan Seribu tersisa 1,8 persen atau 100-150 ha dari total luas lahan 4.027 ha. Keberadaan mangrove sangat penting karena mencegah abrasi dan menjaga keutuhan ekologi Kepulauan Seribu. Idealnya dari 4.027 ha sekitar 30% tetap dikonservasikan sebagai hutan mangrove. Setidaknya harus ada 1.300 ha lahan mangrove di seluruh Kepulauan Seribu. Adanya potensi yang besar di Kepulauan Seribu dalam pengelolaan ekosistem mangrove melalui kegiatan ekowisata mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar   (Putra dkk., 2014).

Aksesibilitas
            Kawasan TNKpS dapat diakses melalui laut, dan relatif mudah di akses dari DKI Jakarta. Perjalanan umum melalui Pelabuahan Muara Angke dengan kapal umum/regular yang berangkat setiap hari dengan perjalanan sekitar 2,5 jam sampai di P. Pramuka (Ibu Kota Kab. Kepulauan Seribu). Jalur kedua adalah melalui Marina Ancol menggunakan kapal cepat dengan waktu tempuh sekitar 1 jam sampai P. Pramuka. Perjalanan kapal cepat setiap hari sekitar jam 9-10 pagi. Alternatif lain dengan menggunakan speed boad sewaan/carteran di Pelabuhan Ancol dengan waktu sesuai dengan keinginan penyewa. Akomodasi ke Kepulauan Seribu terdapat beberapa Resort Wisata Bahari seperti Resort Wisata Pulau Kotok, Pulau Bira, Pulau Sepa, Pulau Putri, Pulau Matahari, dan Pulau Pantara. Sedangkan terkait dengan Wisata Pendidikan dan Konservasi Laut di Pulau Pramuka dan sekitarnya, terdapat beberapa akomodasi antara lain Mess/wisma tamu TNKpS, vila de lima, vila dermaga, dan homestay milik penduduk      (KKJI, 2015).
            Menurut Amanah (2004) Aksesibilitas yang bisa dicapai untuk mencapai lokasi Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, dapat melalui dua jalur alternatif, yaitu:
1. Dari Marina Jaya Ancol setiap hari tersedia kapal khusus melayani pengunjung yang ingin melihat obyek wisata bahari, dengan waktu tempuh antara 1-2 jam. Biaya transportasi yang harus dibayarkan sebesar Rp. 175.000.
2. Dari Dermaga Muara Angke menuju Pulau Pramuka menggunakan kapal Fery sekitar 2.5 jam. Biaya transportasi yang harus dibayarkan adalah Rp.50.000

Upaya Pengelolaan Kawasan
            wilayah Kecamatan Kepulauan Seribu di Jakarta Utara. Sebanyak 14 dari 110 pulau-pulau kecil di wilayah ini, telah dikembangkan sebagai pulau wisata. Tingkat pertumbuhan jumlah wisatawan relatif besar, mencapai rata-rata 11,21% per tahun. Pada tahun 1993, jumlah wisatawan yang berkunjung mencapai 119.278 orang, dan 27,68% di antaranya wisatawan mancanegara. Wilayah ini khususnya perairan laut bagian utara, memiliki keanekaragaman karang yang tinggi, meliputi 67 genera dan subgenera yang mencakup paling sedikit 123 spesies karang, serta habitat penyu sisik dan hutan mangrove. Sehingga bagian wilayah tersebut yang mencakup 108.000 Ha perairan laut dan 72 pulau, ditetapkan sebagai Taman Nasional Laut (TNL) Kepulauan Seribu, melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 527/Kpts/Um/7/1982 dan Surat Pernyataan Menteri Pertanian Nomor 736/Mentan/X/1982 (Siregar, 2016).
            Di Indonesia, Taman Nasional adalah salah satu kawasan konservasi yang relatif paling maju baik bentuk maupun sistem pengelolaannya dibandingkan dengan Taman Hutan Raya, Taman Wisata Alam, Cagar Alam dan Suaka Margasatwa. Taman Nasional bahkan memperoleh perhatian yang lebih serius dalam pengembangannya dibandingkan dengan pengembangan kawasan lindung ataupun pengembangan gagasan cagar biosfer. Departemen Kehutanan juga berencana mengembangkan 21 Taman Nasional Model dan meningkatkan status sebagian Balai Taman Nasional menjadi Balai Besar Taman Nasional. Taman Nasional Model diartikan sebagai suatu taman nasionak yang dikelola sesuai dengan kondisi spesifik lokasi, termasuk perubahan yang terjadi secara efektif, efisien, transparan, dan akuntabel menuju tercapainya taman nasional mandiri
            Pada tahun 2013 jumlah pelestarian penyu sisik di P. Kelapa Dua yaitu
jumlah awal sekitar 3.749 ekor dengan pelepasan sebanyak 1.016 ekor sehingga
jumlah akhir sekitar 3.084 ekor setelah dikurangi dari kematian/hilang. Penanaman pohon mangrove pada tahun 2013 dilakukan dengan luasan 10 Ha dengan penanman phon sebanyak 33.000 batang, sehingga sampai tahun 2013 jumlah lahan yang telah direhabilitasi seluas 2.305,70 Ha dengan jumlah ponon yang ditanam sekitar 10.151.500 batang (dimulai tahun 2007). Pada tahun 2015, dalam upaya mendukung pengelolaan efektif, kementerian Kelautan dan Perikanan juga telah berinisiatif melaksanakan kegiatan kolaborasi dan pemberdayaan masyarakat di 7 (tujuh) taman nasional laut, termasuk di Taman Nasional Kepulauan Seribu. Upaya ini bertujuan untuk merehabilitasi terumbu karang yang diharapkan hasilnya dapat menjadi tambahan habitat ikan sehingga dapat mendorong produksi ikan dan meningkatkan pariwisata. Satu unit perahu nelayan juga telah diberikan kepada kelompok masyarakat Mitra Polhut kelurahan Pulau kelapa (KKJI, 2015).




PENUTUP
Kesimpulan
            Adapun kesimpulan pada makalah ini adalah:
1.    Taman Nasional Kepulauan Seribu merupakan kawasan pelestarian alam yang ditetapkann berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 6310/Kpts-II?2002 tanggal 13 Juni 2002 dikarenakan memiliki sejumlah keanekaragaman hayati baik yang dilindungi maupun tidak dilindungi serta beberapa ekosistem pendukung yang penting.
2.    Terdapat sepuluh potensi sumberdaya penting yang terdapat di Kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu yang pelu di lindungi yaitu;  mangrove, lamun, terumbu karang, penyu, moluska, hutan pantai, elang, mamalia laut dan ikan karang serta burung air.

Saran
            Agar masyarakat di Kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu lebih menjaga lingkungan dengan menyadari betapa pentingnya kesimbangan ekosistem di wilayah tersebut. Dan lembaga-lembaga terkait memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk menjaga dan melestarikan ekosistem itu sendiri serta memberi sanksi bagi yang melanggar.








DAFTAR PUSTAKA
Amanah, S. 2004. Perencanaan Strategis Pengelolaan Sumberoaya Pesisir Terpadu di Kelurahan Pulau Panggang Kecamatan Seribu Utara Kabupaten Kepulauan Seribu Provinsi DKI Jakarta. Bulelin Ekonomi Perikanan. 5(2):1-16.

Anjani, B. 2014. Kajian Manfaat Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Bagi Perikanan Berkelanjutan (Studi Kasus Perairan Laut Berau, Kalimantan Timur).[Tesis]. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu. 2015. Evaluasi dan Monitoring Sumberdaya Penting di Kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu.

Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan. 2015. Profil Kawasan Konservasi

Pokja Kegiatan Konservasi. 2008. Konservasi Indonesia, Sebuah Potret Pengeloaan & Kebijakan, Jakarta.

Putra, A. C., Sutisno, A dan Kismartini. 2014. Strategi Pengembangan Ekowisata Melalui Kajian Ekosistem Mangrove di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Jurnal Saintek Perikanan. 10(2):91-97.

Razak, A dan Rimadewi, S. 2013. Pengembangan Kawasan Pariwisata Terpadu di Kepulauan Seribu Provinsi DKI Jakarta. Jurnal Teknik Pomits.      2(1):14-19

Siregar, M. O. 2016. Penilaian pengelolaan lingkungan pulau wisata, di kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, Jakarta Utara.[Tesis]. Universitas Indonesia, jakarta.